Teman-teman sekalian yang dikasihi Tuhan, saya sungguh menantikan kesempatan untuk menyampaikan kesaksian ini.
Seperti yang teman-teman ketahui, saya menderita sakit kanker hati. Pada tanggal 30 Juli 2020 saya telah dioperasi untuk pengangkatan liver sebelah kanan dan empedu. Tiga bulan pertama saya harus menjalani pemeriksaan, dan hasilnya bersih. Dokter mengucapkan selamat kepada saya. Namun tiga bulan kemudian, ketika saya datang untuk memeriksakan diri kembali, ternyata kanker saya telah timbul lagi, bahkan telah menyebar ke paru-paru dan organ lainnya.
Dokter menawarkan pengobatan kanker ini dengan immunotherapy, yang saya jalani setiap 3 minggu dan telah berjalan 3 kali dari total 6 kali. Hasilnya sebenarnya lumayan, tumour marker saya turun dari 61 ke 51. Namun sideeffects-nya tidak enak, yaitu nausea dan fatigue. Nausea menyebabkan saya tidak suka makan, dan begitu parahnya sampai dalam sebulan berat badan saya turun 6 kg. Suara saya hilang. Saya menderita kelaparan, tubuh makin lemah, sampai suatu saat saya jatuh dan harus dirawat di Box Hill Hospital selama 6 hari.
Pemeriksaan-pemeriksaan berikutnya membuat dokter menyimpulkan bahwa kanker saya telah mencapai tahap palliative, artinya tidak dapat disembuhkan lagi dan tinggal menunggu saat terakhir. Saya menunggunya di rumah. Ada tim sukarelawan yang siap menolong saya, namanya Eastern Palliative Care. Mereka sungguh luar biasa. Mereka siap sedia menolong saya setiap saat, bahkan bila saya memerlukan ambulans atau keperluan lain. Mereka juga menyediakan obat dari Panadol sampai Morfin bila saya kesakitan.
Saya berdoa kepada Tuhan. Saya hanya ingin bertemu dengan anak saya kedua, yang sedang berusaha untuk datang ke Australia dengan segala kesulitannya, termasuk harus karantina 14 hari. Kalau Tuhan berkenan, berikanlah mukjizat kepada saya untuk bisa hidup lebih lama.
Pada tanggal 26 Mei 2021 sore, tiba tiba saja saya merasa lebih segar dan bisa berjalan lebih jauh. Waktu berlalu dan ternyata saya makin baik. Nafsu makan saya berangsur-angsur pulih, demikian juga kekuatan saya. Saya mampu berjalan kaki makin lama. Waktu itu sampai 45 menit. Akhirnya saya sadar bahwa Tuhan telah menyembuhkan saya. Hal itu membuat saya menangis dan bertanya kepada Tuhan, benarkah Dia menyembuhkan saya? Apakah rencana-Nya buat saya di usia renta ini? Bukankah saya tinggal tulang-tulang tua? Tinggal selangkah lagi untuk bertemu dengan Nya, dan bukankah itu kerinduan sepanjang umur hidup saya? Saya tidak menemukan jawabannya, hanya saya tahu, saya makin hari makin sehat.
Dalam proses penyembuhan itu, saya terkenang pada semua perhatian dan kasih sayang teman-teman yang terus berdoa buat saya dengan tidak putus-putusnya. Mereka melawat saya, baik di rumah sakit maupun di rumah, bahkan terus-menerus membuatkan dan mengirim makanan buat saya agar saya bisa makan kembali dan memulihkan kesehatan saya. Sampai sampai pada masa lockdown 5 km, ada juga yang mengirim makanan secara estafet. Saya sangat terharu kalau mengenang kasih sayang teman-teman. Kalian adalah malaikat-malaikat tak bersayap yang telah mengunjungi saya. Ketika saya bercerita kepada pendeta saya tentang hal ini, dia hanya mengutip satu kalimat dari lagu di PKJ 242: “Inilah cara Tuhan mengasihiku.” Tuhan mengasihi saya melalui teman teman saya.
Terima kasih teman-teman sekalian.•
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.