Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. (Ibr. 13:17)
Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Tuntutan, tekanan serta tanggung jawab yang besar kerap menjadi momok yang harus dihadapi oleh seorang pemimpin. Tidak hanya itu saja, ketakutan terbesar seorang pemimpin justru muncul ketika orang-orang yang dipimpinnya memutuskan untuk meninggalkannya.
Relasi antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin, rupanya juga menjadi sorotan di dalam surat kepada orang Ibrani. Surat kepada orang Ibrani merupakan salah satu surat di dalam Perjanjian Baru yang memuat gagasan kristologi yang rumit. Surat ini banyak berbicara tentang Kristus dalam perspektif tradisi Yahudi. Secara umum, tujuan dari surat ini adalah untuk memberikan nasihat, bimbingan dan penghiburan di tengah maraknya tekanan terhadap orang Kristen pada masa itu. Sebagai nasihat, surat ini pun memuat arahan untuk berelasi dengan sesama dalam bentuk ketaatan terhadap para pemimpin.
Ketaatan terhadap pemimpin merupakan wujud kesediaan diri untuk bersinergi dengan sesama. Para pemimpin dipercaya untuk menjaga dan merawat hidup para pengikutnya. Di dalam tugas yang dipercayakan tersebut, mereka memiliki tanggung jawab kepada Allah selaku Sang Pemberi Hidup. Bagi orang- orang yang dipimpin, ketaatan merupakan bentuk dukungan moral yang baik. Melalui ketaatan kepada para pemimpin, relasi yang saling menguatkan di tengah situasi sulit dapat diwujudnyatakan. [Pdt. Tunggul Barkat]
REFLEKSI:
Menaati pemimpin merupakan wujud nyata dari kesediaan diri kita untuk berproses dan bersinergi dengan sesama.
Ayat Pendukung: Mzm. 100; Yer. 50:1-7; Ibr. 13:17-25
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.