Tahun Kelahiran Yesus
Di samping tanggal 25 Desember, banyak orang beranggapan bahwa Yesus lahir pada awal tahun 1 Masehi. Oleh karenanya, kelahiran-Nya dikatakan sebagai permulaan tahun Masehi. Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) berasal dari bahasa Arab (‘ ),حيسملاalmasiikh’ yang berarti: ‘yang membasuh,’ ‘mengusap’ atau ‘membelai.’ Kata ini dalam terjemahan Alkitab bahasa Arab dipakai untuk istilah bahasa Ibrani ‘Mesiah’ atau ‘Mesias’ yang artinya ‘Yang Diurapi.’ Dalam penanggalan berbahasa Inggris, tahun-tahun Masehi ditandai dengan A.D. (Anno Domini – Tahun Tuhan kita, In the year of Our Lord), sedangkan tahun-tahun sebelum tarikh Masehi ditandai dengan B.C. (Before Christ, sebelum kelahiran Kristus). Semuanya mengacu pada anggapan bahwa tahun Masehi dimulai sejak kelahiran Yesus Kristus.
Jika melihat peristiwa di seputar kelahiran Yesus, kita mendapati catatan sejarah Bangsa Romawi tentang Herodes yang Agung (Herodes I). Ia memerintah Yudea selama 34 tahun sejak tahun 37 SM dan meninggal dunia pada tahun 4 SM. Ialah yang memerintahkan pembunuhan bayi-bayi di seluruh Betlehem setelah mengetahui tentang lahirnya ‘Raja Orang Yahudi’ di Betlehem.
Injil Matius 2:16 menyaksikan: Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Jika kita mengasumsikan bahwa tahun kematian Herodes terjadi pada tahun yang sama dengan peristiwa perjumpaannya dengan para majusi, maka keputusannya untuk memerintahkan pembunuhan bayi bayi yang berumur dua tahun ke bawah menunjukkan bahwa setidaknya Yesus lahir 2 tahun sebelum itu, jadi kira-kira tahun 6 SM. Perkiraan tentang lamanya perjalanan orang Majusi sejak awal melihat Bintang Betlehem memang agak bervariasi. Secara umum, perkiraan yang dipegang adalah antara 3 bulan hingga 2 tahun. Yang jelas, catatan ini membuktikan bahwa Yesus tidak lahir pada tahun 1 Masehi seperti yang banyak dipahami saat ini.
Anno Domini
Mengapa kesalahpahaman ini bisa terjadi dan seolah-olah dibiarkan begitu saja oleh gereja maupun orang-orang Kristen? Jawaban paling valid yang bisa diberikan adalah bahwa iman gereja dan orang Kristen tidak terlalu terganggu oleh penanggalan yang dibuat manusia, meskipun pada awal penetapannya kelahiran Yesus dimaknai sebagai penanda mulainya sejarah peradaban baru umat manusia, awal perjanjian Baru. Namun gereja dan orang Kristen tetap saja menganggap ini sekadar persoalan tarikh, bagaimana cara manusia menghitung berlalunya hari dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah manusia, bukan persoalan yang menentukan kebenaran iman. Gereja dan orang Kristen lebih mementingkan iman mereka bahwa Yesus benar telah lahir ke dunia untuk menjadi Juru Selamat dan membebaskan mereka dari dosa serta kematian kekal yang memisahkan mereka dari persekutuan dengan Allah.
Namun ada baiknya juga kita coba menggali dan mengetahui kenapa bisa terjadi kesalahan yang—bagi beberapa pihak—dianggap sangat fatal. Penghitungan kalender ini berawal dari kepentingan gereja menghitung dan mengetahui tanggal Paska (Computus) berdasarkan tahun pendirian Roma. Karenanya, pada tahun 525 M Paus Johanes I menugaskan seorang biarawan Katolik bernama Dionysius Exiguus untuk membuat perhitungan guna mengetahui tanggal Paska (Computus) yang tepat agar tidak menimbulkan perselisihan antara gereja-gereja Roma dan Aleksandria, karena tabel Victoria saat itu memberikan tanggal Paska yang dianggap tidak tepat dan menimbulkan perselisihan/salah tafsir di antara mereka tentang tibanya Hari Paska. Ada yang menyebutkan bahwa Dionysius menerima penugasannya pada tahun 527 M, tapi hal itu tidak mungkin karena Paus Johanes I meninggal dunia pada tahun 526 M (ia menjabat dari tahun 524-526 M saja).
Dionysius menghitung dan membandingkan tahun-tahun kalender Gregorian dan kalender Julian untuk mengidentifikasi beberapa Paska dalam tabel Paskanya. Ia tidak menggunakannya untuk mengetahui tanggal peristiwa bersejarah apa pun yang lain, hanya Paska. Ketika dia merancang tabelnya, kalender tahun Julian diidentifikasi menyebutkan nama konsul yang menjabat tahun itu pada suatu kejadian Paska; Ia sendiri menyatakan bahwa yang menjabat tahun tersebut (seperti yang disebutkan oleh kalender Julian) adalah ‘konsul Probus Junior’ yang dicatatnya sebagai suatu masa, yakni 525 tahun ‘sejak kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus .’
Bagaimana dia sampai di angka itu tidak ada yang tahu alasannya, tetapi kebenaran pendekatannya itu dibuktikan oleh sistem yang diterapkannya. Ia menemukan sistem baru penomoran tahun untuk menggantikan tahun Diocletian yang telah digunakan dalam tabel Paska lama dengan menyusun angka angka sehingga tahun kabisat akan benar-benar habis dibagi empat. Ketika dia menandai kejadiannya ‘saat itu’—yakni pada masa ‘konsul Probus Junior’ sebagai tahun 525 Masehi—maka 525 tahun sebelum itulah yang dipergunakan sebagai titik tolak sebuah masa yang menandai terjadinya transisi peradaban baru umat manusia melalui kelahiran Yesus Kristus, tahun 1 Masehi, tahun kelahiran Yesus Kristus, tahun dimulainya Perjanjian Baru.
Sistem penganggalan yang disusun oleh Dionysius Exiguus ini pada akhirnya dikenal sebagai sistem penanggalan Anno Domini (Masehi). Istilah Anno Domini adalah bahasa Latin Abad Pertengahan yang berarti ‘pada tahun Tuhan’ yang diambil dari frase asli lengkap ‘Anno Domini nostri Jesu Christi,’ yang diterjemahkan menjadi ‘pada tahun Tuhan kita Yesus Kristus’.
Lebih dari sekadar meletakkan dasar yang menandai sebuah zaman baru menurut perhitungannya, keputusan ini merupakan pengejawantahan sebuah gagasan teologis bahwa Yesus adalah penggenapan dan pusat sejarah dunia, dan tahun kelahiran Nya dianggap sebagai tahun pertama atau awal Perjanjian Baru. Kemudian segala peristiwa dihitung dan disesuaikan dengan tahun awal itu. Semua peristiwa dunia sebelumnya dihitung mundur, alias minus, dan masa sebelum kelahiran Yesus Kristus dinamakan masa Sebelum Masehi (SM). Dan menurut sistem penanggalan Anno Domini itulah hari kematian Herodes Agung diketahui sebagai tahun 4 SM, dan kelahiran Yesus diperkirakan antara tahun 6-4 SM.
Ketika Dionysius mendasarkan perhitungannya pada Injil Lukas, yang menyatakan bahwa Yesus ‘berusia sekitar tiga puluh tahun’ tidak lama setelah ‘tahun kelima belas pemerintahan Kaisar Tiberius’ maka pernyataan Lukas itu dapat diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 27 M menurut zaman baru yang ditetapkan Dionysius (Kaisar Tiberius mulai memerintah tahun 14 M. Sebelumnya ia juga memerintah bersama Kaisar Agustus selama 2 tahun dari tahun 12 M-14 M). Karena itu perkiraan tahun kelahiran Yesus Kristus harus dikurangkan tiga puluh tahun dari tanggal itu. Namun entah bagaimana Dionysius membuat perhitungan kelahiran Kristus dengan mengurangkan angka 532 tahun dari tabel zaman baru yang ditetapkannya. Dengan demikian muncullah perkiraan lain bahwa ternyata Yesus Kristus lahir pada sekitar tahun 7 SM dari tahun pertama tabel barunya. Ini kenyataan lain yang membuktikan bahwa Yesus tidak lahir pada awal tahun 1 Masehi.
Tentang Orang Majusi
Secara umum orang menganggap bahwa orang Majusi yang datang untuk mempersembahkan hadiah dan menyembah Yesus, Raja yang baru lahir itu, adalah 3 orang; dan entah dari mana asalnya dimunculkanlah nama-nama mereka, yakni: Gaspar, Melchior, dan Balthazar. Sangat sedikit informasi yang didapat dari Alkitab tentang mereka, kecuali dikatakan bahwa mereka dari Timur dan membawa persembahan emas, kemenyan, dan mur. Kemungkinan 3 jenis persembahan ini yang diindikasikan bahwa orang Majusi itu berjumlah 3 orang.
Istilah ‘majusi’ dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan dari kata Yunani ‘magos’, yang dalam bahasa Inggris punya arti ‘magician’, tukang sihir. Sekarang ini kata ‘magician’ lebih berkonotasi negatif sebagai orang yang melakukan aktivitas yang berkaitan magic atau sihir; tapi pada awalnya tidaklah demikian. Pada masa itu, magos bisa berarti seorang filsuf atau ahli filsafat, astronom atau ahli perbintangan, bahkan rohaniawan. Karena itulah Alkitab King James Version menerjemahkannya sebagai wise man, orang yang bijak.
Orang Majusi sering dianggap berasal dari kerajaan Media, mungkin pendeta Zoroastrian, atau mungkin juga magoi (bentuk plural dari magos) yang mengenal astronomi/ahli perbintangan dari Persia. Sebagian besar penafsir Alkitab memang menduga bahwa para majusi berasal dari Babilonia atau Persia. Selain dari sisi geografis memungkinkan (baik Babel maupun Persia sama sama terletak di sebelah timur), dua kerajaan ini juga terkenal karena ilmu perbintangannya, apalagi di kemudian hari negara Babel juga dikalahkan oleh Media-Persia. Selain itu, pengetahuan para majusi yang cukup spesifik—tentang kelahiran seorang raja Yahudi yang layak untuk dikunjungi dari jauh dan disembah— mungkin menyiratkan bahwa mereka sebelumnya sudah mengetahui pengharapan mesianis Yahudi dalam taraf tertentu. Jika ini benar, mereka mungkin mendapatkannya dari orang orang Yahudi yang sudah lama ada di kerajaan Babel.
Dengan demikian sebaiknya magos/ majusi dipahami sebagai ‘orang-orang yang memiliki kapasitas pemahaman yang istimewa berdasarkan ilmu perbintangan.’ Mereka sangat bergantung pada penampakan bintang. Mereka melihat tanda-tanda bintang di langit dan menemukan bintang yang menandakan hadirnya seorang raja besar. Ketika lokasi persis yang ditunjuk oleh bintang itu tidak bisa diketahui, mereka menggunakan cara-cara yang alamiah dan logis untuk mengetahuinya, yaitu dengan bertanya kepada para pemimpin Yahudi.
Maka mereka salah alamat ketika bertandang ke istana Raja Herodes untuk mencari bayi Yesus. Bayi Yesus tidak di sana, tapi di tempat kumuh pinggiran kota. Seandainya mereka adalah ahli sihir, mungkin mereka akan melakukan ritual-ritual tertentu untuk mengetahui secara tepat posisi Tuhan Yesus.
Jumlah Orang Majusi
Anggapan bahwa jumlah mereka hanya 3 orang merupakan hal yang sangat tidak mungkin. Mereka membutuhkan perjalanan jauh, ratusan bahkan ribuan kilometer, dengan mengendarai onta, dan dalam waktu selama itu (perkiraan dari 3 bulan hingga 2 tahun), dipastikan akan membutuhkan perbekalan, tukang masak, pemasang dan pembongkar tenda, tabib, penunjuk jalan, pengawal pengawal, serta pengurus logistik lainnya hingga akan membentuk sebuah kafilah atau kawanan/rombongan yang cukup besar untuk mencukupi kebutuhan perjalanan mereka, dan juga untuk menghadapi ancaman dan bahaya di perjalanannya.
Orang-orang Majusi bukanlah umat Allah keturunan Yakub, tapi kepada merekalah Allah menyapa dalam peristiwa Natal. Peristiwa Natal merupakan sindiran dan teguran Allah kepada mereka yang merasa mengetahui isi Kitab Suci, tapi gagal mengetahui kelahiran Sang Mesias. Orang-orang Israel—terutama para Farisi dan ahli Taurat—sebenarnya tahu bahwa suatu hari nanti Sang Mesias (Juru Selamat) akan dilahirkan di Betlehem, sebuah desa kecil di dekat Yerusalem. Nabi Mikha telah menubuatkan hal ini lebih dari tujuh ratus tahun sebelum Yesus dilahirkan.
Emas, Kemenyan, dan Mur
Orang majusi mengetahui tentang harapan kedatangan Mesias itu dari orang-orang Yahudi yang dulu ditawan di Babel. Jadi mereka adalah orang orang yang tahu tentang konsep mesias Yahudi. Itulah sebabnya mereka bisa langsung percaya pada bintang yang menunjukkan tanda dan menuntun mereka. Mereka menghargai dan memercayai pengharapan mesianik itu dan memberikan perlakuan kepada ‘raja yang akan lahir’ itu sebagaimana orang-orang Yahudi menghargainya. Hal itu diwujudkan dalam bentuk persembahan mereka yang berupa emas, kemenyan, dan mur yang menjadi simbol bagi misi dan karakter Yesus Kristus.
Emas adalah lambang bahwa Dia adalah Raja. Logam yang sangat berharga, melambangkan pribadi Yesus Kristus sebagai hadiah yang sangat mahal dari Allah untuk manusia. Kemenyan adalah lambang imamat Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk mempersembahkan seluruh hidup-Nya bagi kemuliaan Bapa di surga dan bagi keselamatan umat manusia. Salah satu tugas Yesus sebagai Imam Besar adalah berdoa syafaat bagi umat. Dia adalah Juru Syafaat. Sedangkan mur (getah yang rasanya pahit dari pohon mor yang baunya wangi) melambangkan penderitaan dan kematian Yesus untuk menebus dosa manusia, di mana tubuh-Nya diurapi ‘mur’ yang wangi saat pemakaman-Nya.
Jika kita meyakini bahwa orang majusi membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 tahun ke Betlehem, maka menjadi agak aneh menyaksikan gambar gambar yang menunjukkan mereka memberikan persembahannya ketika Yesus masih bayi, terbalut kain lampin, dan terbaring di palungan, di kandang domba. Sebenarnya Matius 2:11 memberi kesaksian yang jelas: Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. Dikatakan mereka masuk ke dalam rumah itu, yang mengindikasikan bahwa Yesus sudah tidak berada di palungan atau tempat di mana Ia dilahirkan. Waktu 2 tahun adalah waktu yang panjang untuk hanya berdiam di satu tempat (yang sebenarnya dikatakan tidak layak) karena alasan apa pun. Bahkan Lukas 2:21 memberikan kesaksian bahwa pada hari kedelapan sejak kelahirannya Yesus sudah diajak beraktivitas, keluar dari ‘tempat tinggalnya’ dan dibawa ke Bait Allah: Dan ketika genap delapan hari Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Jadi tidak ada alasan yang menganggap bahwa keluarga itu tetap berada dalam kandang di Betlehem selama 2 tahun itu. Dan demikian juga disaksikan bahwa (mereka) melihat Anak itu dan ibunya. Mengapa tidak dikatakan ‘bayi’? Sebab tidaklah pada tempatnya menyebut seorang anak berusia sekitar 2 tahun, yang sudah bisa berjalan bahkan berlari sendiri, dengan sebutan bayi. Selamat Natal. TUHAN memberkati kita semua.
|SUJARWO
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.