Beda pendapat sudah biasa terjadi, tapi apabila hal itu membuat kelompok terpecah-belah, tentu ada penyebabnya. Beda pendapat tentang soal-soal keagamaan kadang-kadang dapat menghambat perkembangan rohani, padahal selama berabad-abad manusia bergerak bersama dalam perjalanan spiritual untuk mencari Allah dan bertumbuh di dalam pengenalan firman-Nya.
Dewasa ini banyak orang yang berjalan sendiri-sendiri untuk mengisi dan memuaskan kehausan jiwa mereka pada hal-hal rohani. Gerakan ini tampak menarik, karena tidak memusingkan ritus agama. Muncullah kelompok-kelompok persekutuan yang menawarkan kesyahduan ibadah. Ada juga yang mencari kebutuhan spiritual dengan memuaskan pendengaran tentang kesehatan, kekayaan, keberhasilan, kebahagiaan dan kepuasan diri sendiri.
Ajaran-ajaran baru bermunculan, susul-menyusul. Masing-masing mengemukakan argumennya dan berusaha sekuat tenaga menarik minat orang. Prinsip-prinsip Alkitab yang benar pun bisa diputarbalikkan sedemikian rupa agar banyak yang termakan doktrin-doktrin yang salah. Tipuan iblis ini berhasil menjatuhkan banyak korban.
Begitulah suatu ketika saya berpikir bahwa saya telah mencapai suatu ukuran keberhasilan yang baik dalam pelayanan. Beberapa kegiatan gereja telah saya ikuti dengan setia, namun rasa jenuh melanda hati saya. Pergumulan batin ini membuat saya peka terhadap keadaan yang terjadi. Saya lapar mendengar sesuatu yang lebih dari apa yang sudah saya ketahui, sesuatu yang tidak saya dengar dalam ibadah di gereja. Saya jenuh terhadap gereja yang menghabiskan banyak waktu dan energi untuk memperdebatkan keberadaan Tuhan.
Rasa lapar ini membawa saya ke mana pun, kecuali gereja. Terlalu lama gereja hanya mahir berbicara tentang Allah, tapi tidak mengajarkan bagaimana menemukan-Nya di dalam kehidupan nyata yang penuh tantangan. Jika kita tidak hati-hati, kita hanya mengembangkan “sekte kehidupan nyaman” di lingkup gereja yang megah dan nyaman serta kelompok teman yang menyenangkan. Namun kita melupakan ribuan orang yang kekurangan dan sedang sekarat. Kita tidak peduli pada domba-domba yang sudah lama tidak kembali. Jika kita tidak hati-hati, kita akan terjebak. Kita merasa mengerjakan hal-hal untuk Dia, tetapi sebenarnya kita melupakan-Nya. Kita terjebak dalam sikap agamis, padahal kita tidak pernah menjadi rohani.
Gereja memohon kehadiran Tuhan, tetapi sering kali tidak menempatkan hadirat Tuhan pada posisi yang terhormat. Mari kita coba jujur dan bertanya diri kita, apakah kebaktian-kebaktian gereja kita diatur untuk menyenangkan manusia atau Tuhan? Jangan-jangan kita sibuk melakukan banyak pelayanan, tetapi kehilangan kesempatan untuk menyembah-Nya.
Gereja sering kurang memberi tempat kepada orang-orang yang membawa persembahan hidup mereka. Padahal Tuhan sudah berkata pada umat-Nya, “Aku akan membawamu lebih dekat kepada-Ku, jika kamu rela melucuti kemuliaanmu.” Tuhan menginginkan penyembahan yang datang dari kerendahan hati kita yang penuh ketulusan dan penyerahan. Mudah-mudahan gereja kita tidak memiskinkan makna Firman Tuhan dan tidak membatasi pelayanan jemaat hanya di dalam gereja.
Perjanjian baru menggambarkan gereja sebagai Koinonia, yakni persekutuan pengikut-pengikut Kristus yang bertemu secara teratur untuk beribadah, berdoa, memberi semangat, belajar, dan memberi kepedulian kepada jemaat. Tanpa persekutuan, jemaat tidak akan mendapat kepuasan dan pemenuhan spiritual dan gereja juga tidak akan kuat untuk mengubah kehidupan.
Kita dapat mengalami kerohanian yang sehat bila berfokus pada kehidupan spiritual yang akrab dengan Kristus. Namun kalau kita terlalu terlibat pada ziarah pribadi, kita akan lupa menyatakan belas kasihan kepada sesama kita. Sebaliknya, kalau kita hanya berpusat pada pelayanan sosial dan mengabaikan penyegaran rohani dan tidak berkomunikasi dengan Kristus, kita akan menjadi gersang. Kita dituntut untuk menyeimbangkan keduanya. Kerohanian yang otentik seharusnya masuk dalam segala seluk-beluk kehidupan kita dan mengubah hidup kita menjadi lebih serupa dengan Kristus.
>> Hilman M.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.