Bapak Pendeta yang baik,
Jika memerhatikan apa yang diceritakan dalam Kisah Rasul 8:14-17, terutama pada ayat 16 yang menyatakan: “Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus,” apakah dengan demikian baptisan mereka dianggap belum sah oleh Tuhan sehingga tidak dikaruniakan Roh Kudus atas mereka?Bagaimana kita (atau orang itu sendiri) tahu/yakin bahwa seseorang belum menerima Roh Kudus setelah ia dibaptiskan? Apakah hanya berdasarkan pada rumusan pembaptisannya atau hal lain yang menyangkut diri orang itu sendiri?
Apakah karena keyakinan bahwa orang belum menerima Roh Kudus setelah ia dibaptiskan, maka GKI Pondok Indah melakukan praktik baptis ulang (seperti yang dibahas dalam rubrik Pastoralia beberapa terbitan lalu)?
Salam hormat saya,
Sisilia WA (simpatisan)
Jawab:
Halo Sisilia… kapan jadi anggota GKI PI? Ditunggu ya?
Roh Kudus hadir bukan untuk mengesahkan sebuah baptisan. Ketika seseorang percaya kepada Kristus, maka ia menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12). Allah tentu ingin mewujudkan persekutuan yang akrab dengan anak-anak-Nya. Kehadiran Roh Kudus adalah wujud nyata kehadiran Allah dalam diri kita selaku anak-Nya.
Karena Roh Kudus hadir bukan untuk mengesahkan baptisan, maka kehadiran Roh Kudus tidak dibatasi oleh adanya baptisan. Dalam kisah Kornelius, Roh Kudus itu hadir sebelum baptisan berlangsung (Kis. 10:44, 47-48).
Lalu, apa sebabnya Roh Kudus belum hadir dalam diri orang-orang Samaria yang sudah dibaptis? Apakah karena rumusan baptisannya hanya dalam nama Yesus? (Kis. 8:16). Kalau hanya mengacu pada ayat ini, tampaknya itu yang menjadi alasan. Namun, berteologi itu tidak saja mengacu kepada satu ayat. Kita harus melihat juga ayat-ayat lain sebagai pembanding, dan dari kisah Kornelius terkonfirmasi bahkan Roh Kudus bisa hadir bahkan ketika baptisan itu belum terjadi. Masa kehadiran Allah melalui Roh Kudus dibatasi hanya oleh rumusan baptisan? Tidaklah!
Menurut pemahaman saya, ketidakhadiran Roh Kudus dalam kisah 8 itu, terkait dengan siapa yang dibaptis, yaitu ‘orang Samaria’. Kita tahu bahwa orang Samaria itu dianggap oleh orang Israel sebagai orang yang tidak diperkenan Allah. Tidak mungkin Roh Kudus hadir di tanah Samaria. Nah, untuk menunjukkan bahwa Allah juga hadir di tanah Samaria, maka diperlukan ‘peristiwa khusus’. Allah ‘menunda’ kehadiran Roh Kudus justru supaya terlihat nyata bahwa Allah pun hadir di tanah Samaria melalui penumpangan tangan para rasul.
Sebuah penafsiran dari saya? Ya! Berteologi memang harus seperti itu. Kita tidak boleh hanya melihat satu ayat saja, tetapi keseluruhan Alkitab itu.
Lalu bagaimana dengan praktik pengulangan baptisan di GKI PI? Sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehadiran Roh Kudus! Pengulangan diperlukan karena ‘rumusan baptisan’ yang sebelumnya tidak seperti rumusan baptisan yang diterima di GKI PI. Bagaimanapun, sebuah ‘rumusan baptisan’ adalah sebuah ‘pengakuan iman’. Nah, ketika rumusannya berbeda maka perlu disesuaikan dengan rumusan yang diterima oleh GKI dan gereja- gereja pada umumnya. Itu saja. Semoga menjawab pergumulanmu ya?•
>> Pdt. Rudianto Djajakartika
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.