Orangtua memiliki peran penting dalam perjalanan hidup anak. Lembaga pendidikan yang pertama dan paling utama adalah keluarga. Seorang anak yang tidak mengenal sosok ayah kandung pun tetap dapat memiliki figur yang dianggap sebagai ayah. Dalam budaya timur, laki-laki memiliki peran penting dan mendapat sorotan utama. Peran laki-laki makin nyata dan mendapat pengakuan ketika sudah menjadi seorang ayah.
Dalam tradisi Perjanjian Lama, sosok laki-laki sangat dominan. Salah satu peran yang banyak dibahas adalah peran ayah. Salah satu tokoh dalam Alkitab yang cukup sering disebut terkait dengan silsilah Yesus adalah Isai. Namanya pertama kali muncul dalam kitab Rut yang menyebutkan bahwa Isai adalah anak Obed dan akan menjadi ayah Daud.
Isai memiliki delapan anak, tujuh di antara mereka disebutkan dalam Alkitab, yaitu Eliab, Abinadab, Simea, Netaneel, Radai, Ozem, dan Daud. Isai memiliki hubungan kuat dengan Samuel, sebab Allah mempertemukan mereka (McKenzie 2000, 53). Salah satu ayat yang menjadi bagian penting dalam karya Tuhan melalui Isai adalah 1 Sam. 16:10 dan 1 Sam. 17:12 (McKenzie 2000, 53). Tuhan mempertemukan Samuel dan Isai untuk mencari sosok pengganti Saul yang ditolak Allah untuk menjadi raja (McKenzie 2000, 53). Isai membawa tujuh anaknya kepada Samuel, tapi tidak satu pun dipilih Allah.
Allah menunjukkan jalan untuk menemukan seorang pemimpin melalui Isai (Guthrie 2018, 418). Anak-anak Isai juga memiliki hubungan kuat dengan Samuel. Hal itu diperlihatkan melalui jabatan yang diberikan kepada ketiga anak Isai dalam pasukan perang (Guthrie 2018, 418). Pertemuan antara Isai dan Samuel merupakan rencana Allah untuk mengantar ke peristiwa yang lebih besar, yaitu Daud menjadi raja dan dipilih Allah untuk memiliki keturunan, Sang Juru Selamat.
Terlepas dari rencana Tuhan terhadap keturunan Isai, yang ingin disoroti di sini adalah peran ayah dalam kehidupan anak-anaknya. Ketika bertemu dengan Samuel untuk pertama kalinya, Isai ternyata tidak menunjukkan semua anak laki-laki yang dimilikinya. Ia menunjukkan tujuh anak laki-lakinya, tetapi tidak satu pun dipilih Tuhan. Banyak tafsiran berbicara mengenai alasan Isai untuk tidak membawa Daud ikut serta.
Salah satu tafsiran berbicara bahwa Daud tidak diajak oleh Isai karena ia adalah anak kesayangan (Lozovy 2009, 203). Isai merasa bahwa Daud masih terlalu muda untuk menghadap Samuel (Lozovy 2009, 203). Daud dianggap belum bisa menerima tanggung jawab dan masih memerlukan didikan ayahnya (Lozovy 2009, 204). Pemahaman seperti itu lazim pada zamannya, karena anak-anak yang belum melewati masa akil balig masih harus mengikuti orangtua mereka.
Namun demikian, ada lagi tafsiran yang mengatakan bahwa Daud dianggap sebagai anak yang tidak lebih kuat dibandingkan saudaranya (Lozovy 2009, 204). Terlepas dari tafsiran tentang alasan Daud tidak ikut dibawa menghadap Samuel, kita bisa melihat bahwa ada sesuatu yang dimiliki Isai dan anak-anaknya. Ketika menghadap Samuel, anak-anak Isai sudah siap untuk mendapat perintah atau pekerjaan. Mereka siap ditunjuk oleh Samuel, namun sayangnya bukan mereka yang dipilih Allah.
Seorang anak memiliki kepribadian sesuai dengan apa yang ditanamkan oleh orangtua sedari kecil. Kita bisa melihat bahwa anak-anak Isai sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Isai memiliki pola didikan yang cukup baik. Ia tidak membiarkan anak-anaknya menjadi dewasa sebelum waktunya. Sebelum siap menerima tugas layaknya orang dewasa, mereka harus bisa menjalankan kewajiban dan tanggung jawab di rumah.
Dalam 1 Sam. 16 kita bisa melihat bahwa Daud masih menggembalakan domba dan tidak sepenuhnya mengikuti Samuel. Ia masih memiliki kewajiban untuk bekerja bagi keluarganya dan menaati perintah ayahnya. Ketika saudara-saudaranya pergi berperang, ia juga menunjukkan sikap taat kepada ayahnya dengan membawa perbekalan bagi mereka. Hal lain yang ditanamkan Isai kepada anak-anaknya adalah keberanian. Daud berani melawan Goliat, dan kakak-kakaknya berani berada di barisan paling depan dalam medan perang.
Seorang ayah yang memiliki hikmat dan takut akan Tuhan pasti akan menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anaknya. Isai meninggalkan jejak yang baik kepada anak-anaknya untuk diikuti. Ia mendidik mereka untuk menjadi pemimpin dan memiliki keberanian. Anak-anak Isai juga dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang besar. Rencana Tuhan digenapi melalui keturunan Isai.
Meskipun sudah berusia lanjut, namun Isai tetap memberi didikan kepada anak-anaknya. Menjadi anak-anak Isai adalah rencana yang diberikan Allah. Keistimewaan yang dimiliki Isai dan anak-anaknya bukan hanya karena nubuat Tuhan, melainkan juga karena jejak-jejak yang ditinggalkan Isai kepada anak-anaknya.
Bagaimana dengan kita? Apakah relevansi kisah anak-anak Isai bagi kehidupan kita? Mendidik anak saat ini bukanlah hal yang mudah. Perkembangan dan perubahan zaman terjadi dengan begitu cepat, dan pola pendidikan pun harus mengikutinya.
Namun teladan dan arahan yang baik, yang diberikan sejak kecil kepada anak, tetap merupakan dasar pembinaan mental dan spiritual yang sangat penting bagi kelangsungan hidupnya kelak. Firman Tuhan merupakan pedoman dan panduan untuk memasukkan nilai-nilai kristiani itu.
Jangan takut bila ada yang tidak pernah mengenal sosok ayah, karena Sang Bapa Sejati, Yesus Kristus, mengajar kita melalui Firman-Nya. Dialah Sumber Hikmat, yang mendidik kita untuk menjalani kehidupan ini dengan bertanggung jawab.
Dan apa yang sudah kita lakukan kepada orangtua kita masing-masing? Apakah kita melupakan cinta yang sudah mereka berikan? Cinta tidak bisa dihitung atau dibayar dengan uang. Sebagai anak, kita tidak mungkin membayar apa yang sudah mereka keluarkan. Karena itu, janganlah menelantarkan orangtua dengan mengabaikan kesejahteraan mereka, atau hanya mencukupi mereka dengan materi, tapi bukan dengan kebahagiaan.
Mari kita renungkan, jejak apa yang sudah kita persiapkan bagi anak-anak kita? Kiranya Tuhan menolong kita untuk membesarkan anak-anak dengan bijaksana.
>> Obadja Nathanael
Daftar Acuan
Guthrie, George H. 2018. Day by Day Cronical Bible. Tennessee: Holman Bible Publisher.
McKenzie, Steven L. 2000. King David: A bibliography. New York: Oxford University Press.
Lozovy, Joseph. 2009. Saul, Doeg, Nabal, and the “Son of Jesse”. USA: Bloomsbury Publishing.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.