Bapak Pendeta yang baik,
Mohon penjelasan dan alasan teologis, serta alasan-alasan lain yang mendukung mengenai dasar pelaksanaan Baptis Anak dan Perjamuan Kudus Anak oleh gereja modern (termasuk GKI Pondok Indah). Bukankah di Alkitab tidak ada contoh yang bisa dipakai sebagai rujukan atau landasan?
Atas pencerahan dari Bapak, terima kasih.(Marcello Ke Lele)
Jawab:
Saudara Marcello yang baik,
Baptisan anak dasarnya adalah perjanjian Allah kepada Abraham. Dalam perjanjian itu Allah berkenan menjadi Allah Abraham dan keturunannya. Seorang anak dapat dimasukkan ke dalam perjanjian itu melalui tradisi sunat (Kejadian 17:7-12). Dalam Perjanjian Baru, tradisi sunat itu diganti dengan baptisan. Tidak perlu lagi ada penumpahan darah (melalui sunat), karena darah Kristus telah tercurah di kayu salib untuk menyucikan kita.
Nah, berangkat dari tradisi sunat, kita tahu bahwa perjanjian keselamatan yang Allah buat dengan Abraham berlaku juga untuk anak-anaknya yang masih kecil. Di Israel, seorang bayi disunat ketika berumur 8 hari (Kejadian 17:2). Dengan disunat, maka anak itu dimasukkan ke dalam perjanjian keselamatan yang Allah buat dengan orangtuanya. Dengan demikian, ketika tradisi sunat diganti dengan tradisi baptisan, maka orangtua yang telah menerima baptisan juga dapat membaptiskan anak-anaknya. Dengan cara itu, orangtua memasukkan anak-anaknya ke dalam perjanjian keselamatan yang telah diterimanya.
Saya sering memakai analogi asuransi meskipun tidak sepenuhnya tepat. Perjanjian asuransi dibuat oleh orangtua, namun seorang anak bisa dimasukkan dalam perjanjian itu, sehingga anak itu ikut mendapat perlindungan asuransi yang dibuat orangtuanya.
Lalu bagaimana dengan perjamuan kudus anak?
Perjamuan kudus anak adalah konsekuensi logis dari adanya baptisan anak. Bukankah seorang anak yang sudah dibaptis berarti ia telah menerima meterai keselamatan Kristus melalui orangtuanya? Dengan demikian anak itu menjadi bagian dari tubuh Kristus. Bagaimana mungkin seorang anak yang sudah di dalam Kristus dilarang untuk mengikuti perjamuan kudus yang adalah simbol persekutuan kita dengan tubuh dan darah Kristus? (I Korintus 10:16-17).
Makna lain dari perjamuan kudus adalah peringatan dan pemberitaan akan kematian dan pengorbanan Kristus di kayu salib (Lukas 22:19-20). Benar bahwa seorang anak belum sepenuhnya paham akan makna perjamuan kudus. Namun bukankah justru itu menjadi tugas orangtua yang telah membaptiskannya untuk mengajarkannya. Justru dengan mengikutkan anak dalam perjamuan kudus, maka anak itu akan belajar apa arti simbol ‘roti dan air anggur’ itu. Memang soal ‘peringatan’ ini dapat dilihat dari dua sisi: yang tidak setuju perjamuan kudus anak akan mengatakan bahwa ‘yang mengingat harus yang mengerti’ sedangkan yang setuju akan mengatakan bahwa mengikutkan anak menjadi proses agar anak mengerti.
Lalu bagaimana dengan unsur ‘kelayakan’ sebagaimana disebutkan dalam 1 Korintus 11:27,29: “barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. .. barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.” Saya kira, ayat ini benar, tetapi harus dilihat konteksnya. Ayat ini hadir karena pada waktu itu orang-orang Korintus yang ikut perjamuan kudus bersifat egois. Mereka mengabaikan kesatuan tubuh Kristus karena mereka tidak mau berbagi perjamuan dengan yang lain (1 Korintus 11:21-22).
Nah, kalau unsur kelayakan dalam 1 Korintus 11 ini diujikan dalam rangka perjamuan kudus anak, maka jawabnya jelas: anak-anak yang sudah dibaptis tidak dilarang ikut perjamuan kudus, karena kalau dilarang, maka berarti mereka dipisahkan dari persekutuan tubuh Kristus.
Ada juga yang tidak menyetujui anak ikut perjamuan kudus karena seorang anak dianggap ‘masih kurang beriman’ dibandingkan dengan orang dewasa. Benarkah? Bukankah justru anak-anak yang sering dijadikan contoh oleh Tuhan Yesus bagi orang dewasa dalam soal pertobatan dan keberimanan? “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Matius 18:3)
Saya kira itu jawaban saya. Memang tidak ada ayat-ayat yang secara spesifik menyebutkan tentang perjamuan kudus anak. Namun ketika seorang anak sudah dibaptis, berarti ia sudah menerima meterai keselamatan Kristus, mestinya boleh ikut perjamuan kudus. Melarang seorang anak yang sudah dibaptis untuk ikut perjamuan kudus justru sebuah tindakan yang tidak mengakui tubuh Tuhan, karena anak itu sudah menjadi bagian dari tubuh Tuhan.
>> Pdt. Rudianto Djajakartika
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.