Pada bulan Oktober 2014, akhirnya toko perabot yang sangat terkenal membuka tokonya di Indonesia, tepatnya di daerah Alam Sutera, Tangerang. Toko perabot yang berdiri sejak tahun 1963 dan mempunyai warna khas yaitu biru dan kuning—sesuai dengan bendera negaranya—saat ini sudah memiliki 346 toko di 46 negara. Di negeri tetangga seperti Singapura dan Malaysia, toko ini sudah lama ada, dan di Indonesia sudah lama ditunggu-tunggu.
Belanja di toko ini mempunyai keunikan tersendiri. Ada sensasi yang berbeda dibandingkan dengan belanja di toko-toko lain, karena sebelum toko ini dibuka di Indonesia, mereka yang pergi ke negeri tetangga, hampir dipastikan akan mengunjungi toko ini. Barang-barang yang dijual mulai dari pernak-pernik rumah yang kecil-kecil dan unik, sampai tempat tidur, kasur, sofa, lemari dan lain-lain yang berukuran besar. Hampir semua barang besar di sini adalah knock-down, jadi harus dirakit. Barang-barang tersebut dikemas dengan sangat ringkas sehingga mudah dibawa. Untuk merakitnya, sudah ada petunjuk cara merakit yang sangat jelas, sehingga semua orang bisa merakit barang tersebut. Semua barang yang mau kita beli, kita ambil sendiri, bawa sendiri dan tentunya bayar sendiri. Toko ini pun tidak menyediakan kantong plastik atau kardus. Kalau mau packing, silakan packing sendiri, toko ini menyediakan kertas bungkus, biasa kertas koran bekas, dan tali rafia.
Di toko ini juga tersedia restoran yang menyediakan menu dari negara asalnya, tetapi juga ada menu yang disesuaikan dengan lidah orang Indonesia, yaitu nasi, ayam atau kentang. Kalau beli makanan di restoran ini kita harus antre dengan membawa kereta dan baki kemudian kita memilih makanan yang kita mau. Minuman cukup bayar sekali saja dan bebas untuk mengisinya kembali sepuasnya. Setelah selesai makan, kita harus membawa kereta dan baki serta piring dan peralatan makan lainnya ke tempat yang sudah disediakan, tidak ada petugas yang membereskan.
Pada awal beroperasinya toko ini, banyak pengunjung restoran yang tidak mematuhi aturan untuk membawa peralatan makan mereka ke tempat yang sudah disediakan setelah selesai makan, sehingga ada petugas khusus yang mengingatkan dan meminta pengunjung untuk membawanya ke tempat yang sudah disediakan. Lama kelamaan, pengunjung menjadi terbiasa untuk melakukannya sendiri, walaupun masih ada saja yang bandel. Toko ini telah mengajarkan bagaimana kita harus disiplin dan mematuhi aturan yang ada.
Toko ini juga menyediakan semacam coffee shop yang terletak di luar area pembayaran. Mungkin dimaksudkan untuk pengunjung yang ingin beristirahat sambil minum kopi setelah berbelanja. Di sini juga dijual berbagai macam kue dan makanan ringan dalam kemasan, baik produk dalam negeri maupun impor. Yang menarik, area coffee shop ini sangat terbuka, sehingga bisa saja orang mengambil barang dan langsung keluar tanpa membayar. Waktu ditanyakan kepada kasir coffee shop mengenai hal ini, dia menjawab, “Biarkan saja, itu kan urusan dia sama Tuhan.” Luar biasa ya?
Hal lain yang menarik adalah, di toko ini kita bisa mencoba apa saja. Kalau di toko lain kita sering menjumpai tulisan “Harap jangan diduduki” atau “Dilarang duduk di sini”, maka di toko ini pengunjung bebas merdeka untuk mencoba apa saja. Jadi jangan heran kalau melihat ada sekeluarga yang sedang tidur-tiduran di tempat tidur, atau pengunjung yang beristirahat di sofa-sofa yang ada sambil bercengkerama, dan sebagainya. Tidak heran pula kalau pada akhir Minggu, toko ini menjadi salah satu tujuan untuk berekreasi, bahkan sekarang ada tur khusus untuk mengunjungi toko ini dari Bandung dan kota-kota lain.
Pelajaran apa yang bisa kita dapat dari toko perabot ini? Yang pertama adalah masalah disiplin. Antara lain disiplin untuk antre dan disiplin untuk mematuhi aturan. Yang kedua adalah masalah kesadaran. Kalau terlalu banyak larangan, orang cenderung mencari jalan untuk melanggar, tetapi kalau diberi kebebasan, orang menjadi segan untuk melanggar. Awalnya kita senang bisa minum sepuasnya, tetapi akhirnya kita akan membatasi diri sendiri daripada perut kembung. Kesadaran untuk membereskan piring, gelas sesudah makan dan meletakkan di tempat yang disediakan. Yang ketiga adalah masalah kejujuran. Bisa saja barang-barang kecil kita masukkan ke dalam tas dan tidak kita bayar, kan tidak ada orang yang mengawasi dan sebagainya.
Sebuah toko perabot saja mampu mendidik pengunjungnya untuk disiplin, sadar akan kebersihan dan kejujuran. Di gereja, masih saja ada jemaat yang membuang bungkus permen dan bekas botol minuman di tempat duduk, padahal ada banyak tempat sampah. Agak ironis memang…. Salam damai.
» Sindhu Sumargo
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.