Cinta Kasih Tuhan Menyelamatkan Suamiku dari Marabahaya

Cinta Kasih Tuhan Menyelamatkan Suamiku dari Marabahaya

Belum ada komentar 49 Views

Sore itu Rabu, 16 Maret 2005, Zilvanus, suamiku bersiap-siap untuk menghadiri Rapat Badan Pekerja Majelis Jemaat. Saya tahu, bahwa Rapat BPMJ akan dimulai pada pk. 19.00 dan akan berakhir menjelang tengah malam. Sebagai seorang Sekum, apabila ada Rapat BPMJ ataupun ada undangan rapat dari Komisi, Pak Zil selalu berusaha untuk berangkat lebih awal. Pk. 17.30 dia sudah bersiap-siap untuk berangkat dari rumah, untuk itu saya mempersiapkan makan malamnya. Walaupun di Rapat telah disediakan makan malam, namun Pak Zil, sebelum menghadiri rapat, selalu ingin makan terlebih dahulu di rumah. Sore itu ia menikmati sop yang saya sediakan.

Sekitar pk 22.00 saya menelpon Pak Zil dan mengingatkannya untuk menelpon bila sudah dekat rumah agar saya dapat membukakan pintu baginya. Sekitar pk 23.00 telpon di rumah berdering, saya berpikir pastilah telpon dari suamiku yang sudah mendekati rumah dan yang mengangkat telepon adalah anak pertama kami, Hendy. Tetapi apa yang saya dengar dari Hendy? Dengan suara bergetar ia memberitahukan kepada saya, bahwa papa mengalami kecelakaan di Jl. Metro Pondok Indah di depan lapangan golf. Seketika itu juga tubuhku lemas dan panik, namun saya berusaha untuk tenang sambil memohon pertolongan Tuhan.

Anak kami Hendy dan keponakanku Felix segera berangkat menuju lokasi kecelakaan. Kemudian saya teringat penatua yang tinggal di daerah Pondok Indah dan yang mengikuti BPMJ adalah Pnt. Harry Natanael dan Pnt. Tom Surjadi. Saya segera menghubungi Pnt. Harry Natanael, yang kemudian segera datang untuk menolong Pak Zil. Tak lama kemudian, saya kembali menelpon Pnt. Harry menanyakan keadaan Pak Zil dan Pnt. Harry mengatakan kepada saya: “Tenang saja, Bu, Pak Zil tidak apa-apa”, demikian pun juga Hendy dan Felix mengatakan bahwa, Papa tidak apa-apa hanya mobilnya saja yang rusak. Saya berpikir, mereka hanya ingin menenangkan saya saja agar tidak panik dan cemas. Saya baru percaya bahwa suamiku tidak mengalami luka-luka setelah ia tiba kembali di rumah.

Malam itu Pak Zil menceritakan peristiwa yang dialaminya. Ketika ia mengendarai mobil menuju ke rumah seusai Rapat BPMJ, di depan lapangan golf Pondok Indah, tiba-tiba bus Metromini dengan kecepatan tinggi menabrak Nissan X Trail yang dikendarainya pada bagian belakang sebelah kiri sehingga mobil Pak Zil terdorong ke kanan dan naik ke pembatas jalan. Pada saat itu Pak Zil mengendari kendaraan dengan kecepatan antara 60 – 70 km dan kami semua tahu, bahwa apabila mengendarai mobil, Pak Zil selalu berhati-hati. Ketika ditabrak oleh bus Metromini tersebut, dari arah depan Pak Zil melihat banyak kendaraan yang melaju dari arah yang berlawanan, sehingga ia membanting stir ke kiri, akibatnya mobilnya terbalik di jalur semula dengan ke empat rodanya menghadap ke arah lapangan golf, bagian kiri mobil di aspal jalan dan meluncur beberapa meter. Namun ketika mobil terhenti, Pak Zil berada dalam posisi berdiri di dalam mobil dengan menginjak pecahan kaca pintu samping kiri dan pintu kanan berada di atas kepalanya, sedangkan seat belt sudah terlepas.

Bus Metromini yang menabrak, langsung kabur. Ketika orang-orang akan menolong untuk membalikkan mobil ke posisi normal, Pak Zil sempat memberikan kode agar mobil jangan dibalikkan dahulu dengan maksud agar dia keluar terlebih dahulu dari mobil, baru kemudian mobil dibalikkan ke posisi normal. Namun dia tidak dapat membuka pintu kanan mobil yang berada di atas kepalanya, baru kemudian dia meminta orang-orang untuk membalikkan mobil ke posisi normal. Ketika mobil sudah dalam posisi normal, sungguh mengherankan dan ajaib, Pak Zil sudah duduk lagi di bangku kanan sambil memegang stir mobil, kemudian dengan tenangnya membuka pintu mobil dan keluar dari mobil.

Para penolong mau membawa Pak Zil ke rumah sakit, tetapi ditolak oleh Pak Zil karena dia tidak merasa ada luka-luka di tubuhnya. Para penolong itu merasa heran dan tercengang melihat Pak Zil tidak mengalami luka sedikitpun. Hal pertama yang diingat oleh Pak Zil ketika keluar dari mobil ialah, bagaimana caranya untuk menghubungi keluarga di rumah, karena ia tidak menemukan hand phone-nya, sebab sebelumnya hand phone tersebut ditaruh oleh Pak Zil di dashboard (kemudian ternyata hand phone tersebut tersangkut di bawah dash board di antara kabel dan selang AC).

Pada waktu Pak Zil ingin meminjam hand phone dari para penolongnya, ternyata tidak ada yang mempunyai hand phone, karena mereka adalah buruh tukang bangunan yang sedang merenovasi rumah di dekat tempat kejadian. Tak lama kemudian datang seorang perempuan berumur sekitar 20–25 th yang cacat dan mempergunakan penyangga tubuh, memberikan pinjaman hand phone kepada Pak Zil. Saat itulah baru Pak Zil dapat menghubungi kami di rumah, dan kemudian saya menghubungi Pnt. Harry Natanael.

Kami bersyukur dan memuji kebesaran Tuhan, ternyata dalam peristiwa tersebut suamiku tidak mengalami luka-luka ataupun benturan, bahkan luka segores pun tidak ada di tubuhnya. Sungguh ajaib kuasa Tuhan yang telah melindunginya. Kami tidak dapat membayangkan, apabila Pak Zil tidak sadar dan tidak membanting stir ke kiri, tentu ada pihak lain yang akan menjadi korban. Sampai saat ini yang tidak dapat kami mengerti adalah, bagaimana caranya dia terlepas dari seat belt dan dalam posisi berdiri di dalam mobil menginjak pecahan kaca pintu samping kiri ketika mobil terhenti. Juga ketika mobil dibalikkan ke posisi normal, tanpa disadari, dia sudah duduk kembali dengan tenang di kursi kanan sambil memegang stir mobil. Seharusnya dia duduk di kursi kiri, sebab posisinya pada waktu itu berdiri dengan menginjak pintu kiri mobil, tetapi mengapa ia berada di kursi kanan sambil memegang stir mobil? Sungguh ajaib. Demikianpun juga dengan hand phone yang dipinjamkan oleh seorang wanita muda yang cacat tubuhnya, di tengah malam seperti itu, sehingga suamiku dapat menghubungi kami di rumah.

Mobil kemudian ditarik dan dititipkan ke Bengkel Nissan Pondok Indah. Keesokan harinya saya dan Pak Zil ke bengkel untuk mengurus kendaraan, sambil menelpon ke kantor agar sekretarisnya melaporkan kecelakaan tersebut ke pihak asuransi. Saya sempat shock melihat kondisi kendaraan, dan sopir kami mengatakan: “Heran ya Bu, di dalam mobil penuh pecahan kaca, tetapi bapak tidak mengalami luka sedikitpun”. Bahkan mekanik Nissan bertanya kepada Pak Zil, “Pak sopirnya masuk rumah sakit?”. Setelah mengetahui bahwa yang mengendari mobil tersebut adalah Pak Zil sendiri, mekanik tersebut tidak percaya dan berkata, “Syukurlah Pak, kalau melihat kondisi mobil, kami tidak percaya dan merasa sedih, namun kami gembira karena Bapak tidak mengalami luka sedikitpun”. Demikian pun juga petugas asuransi, setelah melihat kondisi mobil pada hari Kamis siang, tidak percaya bahwa Pak Zil tidak mengalami luka sedikitpun sehingga ia menelpon sekretaris Pak Zil di kantor untuk menanyakan kondisi Pak Zil yang sebenarnya, karena menurut petugas asuransi tersebut, kondisi mobil dalam keadaan rusak parah, pasti Pak Zil mengalami luka berat dan masuk rumah sakit.

Dari bengkel Nissan, kemudian kami mengunjungi keluarga Pdt. Agus Susanto, untuk melawat Ibu Nani yang sedang sakit. Di rumah kel. Pdt. Agus, Pak Zil menceritakan apa yang dialaminya ketika pulang dari Rapat BPMJ, yang membuat kami terharu, ketika akan pulang, Emmi, pembantu keluarga Pdt. Agus berkata kepada saya: ”Bu, semalam waktu terjadi kecelakaan Bapak digendong ya, Bu?”. Saya jawab: “Tidak Em, bapak keluar sendiri dari mobilnya dan tidak digendong”. “Ooh …. Bukan itu Bu, maksud saya bapak digendong oleh Tuhan Yesus!” Saya kaget dan merasa terharu, memang… sungguh Tuhan telah menggendong suamiku.

Karyawan-karyawan di kantor tempat suamiku bekerja pun, tidak ada yang percaya bahwa Pak Zil tidak mengalami luka sedikit pun. Dalam pikiran mereka Pak Zil sudah terbaring di rumah sakit. Itulah sebabnya, ketika siangnya saya menemani suamiku ke kantor, mereka semua kaget dan merasa bersyukur kepada Tuhan karena Pak Zil tidak mengalami luka sedikit pun. Ada yang mengatakan kepada Pak Zil, kami tahu bahwa Bapak dilindungi oleh Tuhan karena Bapak pulang dari gereja. Ada pula yang mengatakan, tangan Tuhan melindungi Bapak dan mengirimkan malaikatnya untuk menolong Bapak. Ada lagi yang mengatakan, kami kenal dan bergaul dengan Pak Zil setiap hari, Tuhan telah menunjukkan kuasa-Nya kepada Bapak, sungguh ajaib. Yah… mereka telah menyaksikan kebesaran Tuhan yang telah melindungi dan menolong suamiku. Demikian pun dengan teman-teman dari PS Agape yang mendengar kesaksian Pak Zil pada waktu kami latihan paduan suara, dengan terharu serta menitikkan air mata mereka bersyukur kepada Tuhan yang telah menolong Pak Zil sehingga terhindar dari marabahaya.

Pada malam itu, setelah Pak Zil menceritakan apa yang baru saja dialaminya, kami sempat berdiskusi dan merefleksi peristiwa-peristiwa yang kami sekeluarga alami, yang cukup menggangu kami, justru setelah kami lebih aktif melayani Tuhan. Tetapi suamiku berkata: “Jangan menyalahkan Tuhan, tetapi kita harus bersyukur atas semua kejadian yang menimpa kita, sehingga dengan demikian iman kita semakin bertumbuh. Tuhan ingin tahu sampai di mana kesetiaan kita dalam mengikuti dan melayani-Nya. Tuhan ingin tahu dan menguji kita, apakah motivasi pelayanan kita memang sesungguhnya keluar dari hati yang bersyukur kepada Tuhan karena telah menerima anugrah dan berkatnya atau ada motivasi yang lain”.

Saya teringat apa yang dikatakan oleh Pdt. Raprap dalam salah satu sesi di Pendidikan Teologi Jemaat: ”Anak Tuhan kalau terjatuh tidak akan sampai tergeletak”. Memang itulah yang dialami oleh suamiku sebagaimana juga yang tertulis dalam Mazmur 91:9–11: “Sebab Tuhan ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kau buat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu”.

Akhirnya kami menyadari dan berkesimpulan, bahwa melalui musibah yang telah dialami oleh suamiku, bisa menjadi cara dan sarana bagi Tuhan untuk menyatakan pekerjaan dan karya Tuhan dalam kehidupan kami sekeluarga, sebagaimana yang dinyatakan oleh Emmy, mekanik Nissan, petugas asuransi dan teman-teman serta karyawan sekantor Pak Zil, baik yang seiman maupun yang tidak seiman dengan kami. Mereka menyatakan puji dan syukurnya kepada Tuhan yang telah melindungi suamiku. Kami sekeluarga percaya atas kehadiran Tuhan yang selalu menjadi jaminan, bahwa dalam melewati setiap peristiwa dan musibah, kami merasakan “tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu” (Ratapan 3 : 22 – 23)

Yohana P. Andrini

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Sudut Hidup
  • Aku mencari wajah-mu, Tuhan…
    Kesaksian Dapot Parulian Pandjaitan
    Berharga di mata Tuhan (kematian) semua orang yang dikasihi-Nya (Mazmur 116:15) Oops… Kematian? Suatu kata yang sering dihindari orang...
  • Kasih-Nya Mengalir
    Namanya Helen Jayanti, biasa dipanggil Helen. Saat ini sedang menjalani Praktek Jemaat 1 di GKI Pondok Indah. Lulusan dari...
  • Jalan Pagi Lagi di Antara Jiwa-Jiwa
    perjumpaan dengan inspirasi kehidupan lain yang juga mendatangkan syukur
    Upaya Menjaga Kebugaran Sungguh tak mudah memulai kembali sebuah rutinitas, terutama yang menyangkut fisik, apalagi kalau memang pada dasarnya...
  • Jalan Pagi di Antara Jiwa-Jiwa
    Perjumpaan-perjumpaan yang menginspirasi kehidupan dan mendatangkan syukur.
    Jalan Pagi Untuk menjaga kondisi dan kesehatan jasmani di masa yang menekan ini sehingga tidak banyak aktivitas yang bisa...
  • In-Memoriam: Pdt. (Em.) Timotius Setiawan Iskandar
    Bapak bagi banyak anak yang membutuhkan kasih: yang kukenal dan kukenang
    Mencari Tempat Kos Setelah memutuskan untuk mengambil kuliah Magister Manajemen pada kelas Eksekutif (kuliah pada hari Sabtu-Minggu) di Universitas...