Akhir-akhir ini banyak bermunculan motivator dan pelatih pengembangan diri. Mereka antara lain menawarkan kepada para peserta pelatihan mereka, untuk mengembangkan dan menajamkan banyak kualifikasi pribadi yang krusial sebagai pemimpin. Namun menarik sekali bahwa nyaris tidak ada di antara mereka yang mendaftarkan mentalitas “bersedia berkorban” sebagai kualifikasi yang penting.
Yohanes Pembaptis, selalu menunjuk kepada Yesus sebagai yang jauh lebih besar ketimbang dirinya. Bahkan ia mengatakan: “Membuka tali kasut-Nya pun aku tak layak…” Yohanes Pembaptis amat memahami bahwa tugasnya hanyalah sebagai pemersiap jalan bagi sang Kristus, karena Dialah yang utama, yang dinanti-nantikan.
Namun Dia yang ditunggu-tunggu itu bukanlah seorang pemimpin besar bak adiraja penuh wibawa dan kuasa, melainkan bagai seekor anak domba (Yoh. 1:29). Konotasi anak domba adalah jelas kurban. Anak domba Allah adalah kurban bagi Allah demi penyelamatan dunia. Tetapi sang Anak Domba Allah bukanlah kurban yang dipaksa untuk dikorbankan. Ia dengan sukarela menjadi kurban demi cinta-Nya kepada dunia dan manusia. Ia adalah seorang pemimpin yang senantiasa siap untuk berkorban.
“..lihatlah (behold/look) Anak Domba Allah…” ajak Yohanes Pembaptis. Melihat kepada-Nya, menyaksikan sendiri bagaimana Ia rela mengorbankan diri-Nya demi kita. Melihat kepada-Nya dan mengikut Dia. Mengikut Dia bukan sekadar karena janji kelimpahan, kesejahteraan, kemakmuran, kesembuhan, kekuasaan atau kemuliaan. Tetapi mengikut Dia dan meneladani sang Anak Domba Allah, mencontoh kepedulian dan kasih-Nya kepada dunia kita yang carut-marut ini, dan kepada mereka yang tersisih dan tertinggal di tepian kehidupan kita. Mengikut sang Anak Domba Allah berarti meneladani kesediaan-Nya untuk berkorban.
Kita?
PWS
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.