Dipuja dan dihina, disanjung dan dijatuhkan menjadi semarak kita lihat, dengar dan baca saat ini seiring dengan kemeriahan Pemilu Indonesia. Yang satu diarak yang lain dijatuhkan. Sekelompok orang banyak bersikap sekedar melihat keuntungan. Hari ini berseru untuk mendukung tetapi besok berteriak dengan cercaan. Begitu mudah dan begitu cepat berbalik dari satu sikap kepada sikap yang lain.
Ketika Yesus memasuki kota Yerusalem, tempat di mana Dia akan mengakhiri misi-Nya, Ia dielukan bagaikan seorang pahlawan. Segala harap ditumpukan kepada-Nya. Sorak sorai dikumandangkan menyongsong sang Mesias. Pemuliaan dan sanjungan dapat dengan cepat membuat seseorang lupa diri. TETAPI di tengah sanjungan sedemikian rupa, Yesus tetap menerimanya dengan kerendahan hati. Sanjungan tidak membuat Dia beralih dari kehendak Sang Bapa. Sanjungan tidak pernah menjadi tujuan dari pelayanan-Nya. Maka ketika sanjungan itu pun menghilang dan berganti dengan hinaan dan cercaan, Ia tetap setia dan taat pada kehendak Bapa. Ia melakukan misi-Nya sebagai Mesias dengan cara Bapa dan bukan cara manusia. (Yesaya 50:4-9)
Pemuliaan dan sanjungan tidak pernah menjadi tujuan pelayanan dan karya kita. Peristiwa di minggu palem ini mengingatkan kita bahwa manusia dapat dengan mudah dan cepat berganti sikap maka jangan menggantungkan tujuan pelayanan kepada hal itu. Marilah kita mengarahkan diri kepada kehendak Bapa walau untuk itu kita tidak mendapatkan sanjungan dan eluk-elukan. Kasih Allah itu tetap kepada umat-Nya, memimpin dan menjaga kita dalam menjalankan misi-Nya maka bergantunglah kepada-Nya.
Dva
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.