Masih jelas dalam ingatan saya saat si sulung memaki si bungsu di sebuah bazaar dalam rangka aksi sosial pemuda mereka. Pasalnya, saat si sulung sebagai ketua aksi sosial pergi ke Singapura untuk urusan bisnis keluarga, si bungsu diberi kesempatan untuk menggantikan posisinya. Yang membuat si sulung marah adalah karena si bungsu mengambil alih keputusan penting masalah penjualan sembako. Dan benar saja, penjarahan terjadi dan habislah semua barang-barang sembako mereka.
Ini adalah salah satu adegan yang sangat saya sukai dari drama musical “Hilang” sebagai hasil karya para pemuda kita di GKI Pondok Indah tahun lalu. Semua pemain berlatih dengan sungguh-sungguh, semua pendukung acara memberikan tenaga mereka habis-habisan sampai para penonton tersenyum bahagia karena berkat Tuhan melalui “hilang” ini.
Yang membuat saya merenung adalah saya sudah tidak lagi melihat beberapa dari pemain dan pendukung acara di kegiatan gereja kita. Mungkin juga karena saya kurang intens ikut ambil bagian dalam kegiatan pemuda remaja. Ah, semoga bukan karena mereka yang “hilang”.
Tapi, bagaimana jika wajah-wajah para pemain, pendukung atau bahkan penonton drama musical hilang tetap ada di sekitar kita, namun seperti si sulung, dia sendiri yang terhilang. Dia protes karena ayahnya lebih mencintai si bungsu dan dengan berat hati dia mengampuni si bungsu yang telah kembali? Syukurlah drama ini ditutup dengan gossip si mbok, bahwa akhirnya mereka hidup saling melayani dan mencintai Tuhan. Mudah-mudahan kitapun seperti itu.
riajos
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.