Si ahli Taurat bertanya: ‘Siapa sesamaku’? Yesus bertanya: ‘Siapa sesamanya’? Kelihatannya sama, tetapi jauh berbeda. Yang satu tertutup (sesamaku) yang Yesus tanya terbuka, maukah engkau jadi sesamanya? Ada kebutuhan, ada yang harus ditolong…mau tidak jadi sesamanya? (siapapun dia dan siapapun dirimu).
Tetapi ini bukan sekedar soal keterbukaan. Ada budaya partisipatif dari si orang Samaria, sementara para rohaniawan justru cuek-bebek. Ngeri ya kalau yang rohani seperti itu. Si orang Samaria bukan saja mengambil inisiatif untuk menolong tetapi juga mencari solusi dengan membawa yang terluka ke tempat penginapan. Ia sungguh menjadi sahabat ketika para rohaniawan justru tidak bersahabat.
Bukankah kata ‘hidup’ layak disematkan pada si orang Samaria, dan bukankah kata ‘mati’ layak disematkan pada perilaku si rohaniawan. Kok bisa ya melihat orang terluka diam saja…sudah matikah nuraninya? Jadi si orang Samaria itu sudah menerapkan: HIDUP, TERBUKA, PARTISIPATIF dalam rangka KEPEDULIAANNYA pada orang yang terluka di pinggir jalan.
Sebagai anak Tuhan sudah seharusnya kita PEDULI pada yang membutuhkan, bukan sekedar menyanyi: ‘Allah peduli’. Budaya peduli harus menjadi budaya setiap anggota gereja. Tetapi bisakah kita peduli jika tertutup dan tidak mau berpartisipasi? Dan jika kita tidak peduli berarti kita tidak hidup tetapi mati!
Wow…nampaknya: HIDUP, TERBUKA, PARTISIPATIF DAN PEDULI harus menjadi budaya kita dalam hidup keseharian. Dengan cara itu Allah hadir melalui hidup kita, kasih dan anugerahNya dirasakan oleh setiap orang di sekitar kita. Mari kita bawa cinta Tuhan pada sesama melalui budaya: HIDUP, TERBUKA, PARTISIPATIF, PEDULI.
RDJ
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.