Memilih Dengan Bijak

Belum ada komentar 1174 Views

Setiap orang memiliki sifat alamiah untuk memilih yang terbaik, namun hal itu tidak selalu mudah. Apalagi memilih pemimpin bagi Indonesia yang sangat pluralis. Kesamaan suku, budaya, agama, dan ras bisa memengaruhi pertimbangannya. Bagaimana bisa memilih dengan benar?

Ada berbagai pandangan yang diberikan secara umum maupun khusus (menurut Alkitab). Secara umum—menurut David Freemantle dalam bukunya How to Choose—ada 3 prinsip pokok yang harus kita pelajari sebelum memilih sesuatu, yang dikenal dengan akronim HOW. Prinsip pertama, Hesitate (pertimbangan). Dalam memilih, kita harus melakukan pertimbangan yang matang. Dalam Pemilu, kita harus mampu melihat dengan seksama rekam jejak calon pemimpin yang akan kita pilih, sehingga tidak seperti membeli kucing dalam karung. Kedua, Outcome (hasil), yaitu kita harus siap dengan konsekuensi dari pilihan kita. Oleh karena itu memilih butuh keseriusan dan bukan asal-asalan memilih, karena setiap pemilih ikut menentukan masa depan bangsa yang akan berada di tangan pemimpin yang kita pilih. Ketiga Ways (jalan), yaitu banyak jalan atau cara yang dapat kita peroleh untuk mengetahui calon pemimpin yang akan kita pilih, seperti melalui sumber-sumber terpercaya, dan bukan berita-berita bohong (hoax).

Pertanyaannya, pemimpin seperti apa yang terbaik bagi Indonesia? Firman Tuhan secara khusus memberi tuntunan bagi kita untuk memilih pemimpin tersebut.

Pertama, Pemimpin yang Takut Akan Tuhan

Takut akan Tuhan dapat diartikan sebagai ketaatan terhadap aturan sosial dan hukum, selalu berpijak pada prinsip-prinsip keadilan, dan benci pada praktik suap. Kitab Keluaran 18:21 menjelaskan bahwa ketika bangsa Israel mengalami banyak pergumulan, Yitro—mertua Musa—menasihati Musa untuk memilih pemimpin yang terbaik bagi Israel, yaitu orang-orang yang cakap dan takut akan Tuhan, yang dapat dipercaya, dan yang benci pada suap. Mereka dipilih menjadi pemimpin di antara bangsa itu, yakni pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Ayat ini memberikan petunjuk dan pesan bahwa seorang pemimpin dalam komunitas besar atau kecil harus memiliki kriteria sebagai pemimpin yang cakap dan takut akan Tuhan. Pemimpin yang cakap adalah orang yang telah berhasil dalam kepemimpinan sebelumnya, sedangkan pemimpin yang takut akan Tuhan adalah orang yang rendah hati dan mau dikoreksi.

Nabi Amos lebih ekstrem menjelaskan tentang sosok pemimpin yang takut akan Tuhan, yaitu orang yang bekerja memberi dampak positif pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Bukan pemimpin yang hanya rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama. Ia pernah mengkritik kesalehan para pemimpin dalam kultus, namun mereka membiarkan rakyat hidup dalam penindasan, kemiskinan dan ketidakadilan sosial (Amos 5:21-24). Pemimpin yang takut Tuhan akan memperoleh hikmat dalam memimpin bangsa (Amsal 1:7). Menurut Scott, hikmat ini mencakup daya dan kemampuan untuk memerintah, serta kearifan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.

Kedua, Pemimpin yang Memiliki Orientasi Melayani dan Bukan Dilayani

Yesus berkata dalam Matius 20:28, “Aku datang bukan untuk dilayani. melainkan untuk melayani”. Semangat melayani yang diteladani Yesus harus menjadi semangat melayani para pemimpin (Kristen). Pemimpin yang melayani akan mengutamakan kepentingan orang banyak dan bukan dirinya, karena melayani adalah jalan untuk menjadi besar. Dalam hal ini melayani bukan berarti jabatan, melainkan pekerjaan. Pemimpin yang melayani harus memiliki hati nurani yang bebas dari prasangka, tindakan rasis, dan perilaku diskriminatif, karena dia adalah milik semua komunitas. Melayani—dan bukan dilayani—mendorong pemimpin untuk tidak menuntut berbagai fasilitas dan kemewahan, karena dia adalah hamba yang melayani.

Bagaimana mengetahui apakah seorang pemimpin melayani diri sendiri atau orang lain? Menurut John C. Maxwel, hal itu dapat dilihat dari apa yang dipertanyakannya. Pemimpin yang hanya melayani diri sendiri akan bertanya,“Apa yang mereka lakukan untuk saya?” Sebaliknya pemimpin yang melayani orang lain akan bertanya,“Apa yang saya lakukan untuk mereka?”

Ketiga, Pemimpin yang Terbuka Akan Perbedaan

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk, karena itu pemimpinnya harus memiliki rasa cinta terhadap bangsa dan negaranya, serta mencintai elemen-elemen yang terkandung dalam negaranya sendiri, seperti bahasa, budaya, agama, dan lain-lain. Di dalam perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati, Dia ingin menunjukkan bahwa sebagai manusia kita perlu bertindak tanpa alasan agama, ras, suku dan budaya. Yesus menekankan bahwa satu-satunya alasan bagi manusia untuk bertindak terhadap manusia lainnya adalah “sesamamu manusia” (Lukas 10:25-35).

Petunjuk dan pesan inilah yang menjadi pegangan kita untuk memilih dalam Pemilu nanti. Juga menjadi kewajiban kita juga untuk mendoakan orang-orang yang nantinya terpilih sebagai pemimpin. Seperti doa Bapa Gereja, Tertulianus:

“Kami menaikkan doa untuk keselamatan raja kami kepada Allah yang hidup, kekal, dan benar, yang kemurahan-Nya mengatasi segala sesuatu. Tak henti-hentinya kami memohonkan doa untuk semua raja kami. Kami berdoa supaya dipanjangkan umurnya, untuk keamanan kerajaan, untuk perlindungan bagi keturunan raja, untuk tentara yang gagah berani, untuk senat yang setia, untuk rakyat yang setia, untuk ketentraman di seluruh dunia, apapun juga yang diinginkan oleh kaisar sebagai manusia atau sebagai raja.”

Semoga kita dipimpin Tuhan dan berjalan menuju kedewasaan dalam mengambil keputusan. Semoga kita bijak memilih para pemimpin bangsa Indonesia dan tidak menyatakan diri sebagai pemilih Golput.

Tuhan memberkati kita

»PDT. LUISYE PANJAITAN

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...