Keluarga yang Melayani Tuhan

Belum ada komentar 9579 Views

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23)

Dalam rangka Bulan Keluarga, kita mengangkat topik pelayanan kepada Tuhan. Segera akan kita jumpai sebuah kejanggalan, bahwa melayani Tuhan itu sangat penting, tapi ternyata selama ini kita abaikan sebab sangat sulit. Hal ini terutama bagi jemaat yang hidup di kota-kota besar. Kendalanya begitu kompleks. Kalau sudah begitu, maka kita merasa berutang kepada Tuhan, bahkan merasa berdosa, sebab telah menolak ketika diminta untuk dicalonkan sebagai penatua atau menjadi bagian dari sebuah kepanitiaan gerejawi. Sehubungan dengan tema besar kali ini, maka tantangan-pelayanan kita itu bagaikan hujan yang lebat. Masihkah kita bisa menari atau bersuka cita selaku anak Tuhan yang sedang “mengecewakan hati-Nya”?

Tema Keluarga Yang Melayani Tuhan mengharuskan kita berbicara terlebih dahulu tentang keluarga Kristen. Bercermin dari hasil survei di AS, tampak kerapuhan keluarga pada umumnya, termasuk keluarga kristiani. Tingkat kelahiran tidak sah meningkat lebih dari 400%. Keluarga dengan orangtua tunggal meningkat tiga kali. Perceraian terjadi pada setengah dari semua pernikahan. Setiap tahunnya ada empat juta perempuan yang dipukuli oleh pasangannya. Seperempat anak muda sebelum memasuki SMU sudah terkena penyakit seksual.

Padahal kita mengetahui bahwa Keluarga Yang Sehat menghasilkan Masyarakat Yang Sehat pula. Keluarga yang sakit, masyarakatnya juga akan sakit. Keluarga menjadi tempat utama bagi pendidikan keutamaan-keutamaan (kebajikan), moral dan peradaban yang memberikan sumbangan bagi kehormatan manusia, solidaritas serta kesejahteraan umum masyarakat. Untuk itu dibutuhkan pemahaman baru, yaitu keluarga sebagai komunitas cinta kasih, hidup dan keselamatan.

Persoalan RT sering dimulai dari “kedudukan” suami-istri. Yang merasa tinggi kedudukannya lalu menindas, dan pihak yang lain mengadakan perlawanan. Laki-laki berpegang pada Kejadian 2:20b-22. Sebutan ”Penolong” sering disamakan dengan pembantu, padahal yang bisa menolong. “Sepadan” berarti cocok, klop. Seperti cangkir dan tutupnya. “Tulang rusuk” merupakan bagian samping, atau separuhnya. Jadi, suami-istri saling melengkapi. Dengan demikian laki-laki dan perempuan disebut Gambar Allah, karena mencerminkan realitas Allah Trinitas itu. Pribadi berbeda, tapi sedemikian intim sehingga membentuk kesatuan ilahi, satu Allah.

Ketika kita menikah, kita sedang memenuhi kodrat sebagai manusia sosial. Tapi juga “melawan” kodrat, sebab sebenarnya kita tidak tahan hidup lama dengan orang yang sama. Tak heran jika cinta kita bisa padam. Karena itu kita perlu menabung kebaikan dan cinta kasih dalam hidup berumah tangga, dan terutama perlu bersandar pada campur tangan Tuhan yang telah mempersatukan kita. Di dalam kasih setia Tuhanlah akan muncul akar-akar yang kokoh kuat pada pohon keluarga, sebagai komunitas keselamatan.

LOVING RELATIONSHIP ARE A FAMILY‘S BEST PROTECTION AGAINST THE CHALLENGES OF THE WORLD. Bernie Wiebe

Tentang keluarga, bapa gereja Tertulianus menulis,”Betapa mengagumkan ikatan perkawinan di antara dua orang Kristen yang ditandai dengan satu harapan, satu keinginan, satu pelaksanaan, satu pengabdian. Tidak ada pemisahan antara mereka dalam jiwa dan raga.”

Jelas keluarga bukan sekadar kontrak sosial antar dua orang manusia. Keluarga adalah komunitas di mana keselamatan diteguhkan. Karena itu keluarga layak disebut sebagai “gereja mini”. Nilai-nilai Kerajaan Allah terus diupayakan hadir dalam keseharian keluarga.

Melayani Tuhan itu Bagaimana?

Bicara tentang melayani, harus dimulai dari pihak Tuhan kepada dunia dan manusia khususnya. Hal itu telah dilakukan-Nya, masih terus berlangsung, dan tak kunjung ada akhirnya. Maka pada tempatnya jika kita juga melakukan pelayanan kepada-Nya. Sebab sebagai gambar dan anak-Nya, kita diajari melakukannya, dan juga karena pelayanan merupakan cara paling tepat untuk mengungkapkan rasa syukur kita atas segala kebaikan-Nya kepada kita.

Perjumpaan Petrus dengan Tuhan Yesus di pantai Tiberias memberikan petunjuk jelas mengenai cara terbaik untuk melayani Tuhan (Yohanes 21:15-17). Sesudah Petrus menyatakan bahwa ia mengasihi Tuhan Yesus, maka ia segera mendapatkan tugas pelayanan, menggembalakan domba-domba-Nya.

Tak ada pelayanan tanpa kasih kepada-Nya. Dan melayani Tuhan selalu berhubungan dengan kepedulian kita kepada sesama manusia.

IN JESUS THE SERVICE OF GOD AND THE SERVICE OF THE LEAST OF THE BRETHREN WERE ONE. Dietrich Bonhoeffer

Ketika kita melayani sesama manusia sesuai permintaan Tuhan itu, hendaklah kita melakukannya seperti kepada-Nya. Artinya, kita harus mengingat segala kebaikan-Nya, persekutuan kita dengan-Nya dan perintah-Nya. Jika tidak, maka kita tidak akan sanggup melayani sesama kita, yang di dalam kenyataan sangat menjengkelkan dan mengecewakan hati kita.

“Apa pun juga yang kamu perbuat” termasuk pelayanan kita di mana saja, kapan saja dalam bentuk dan cara apa pun haruslah dengan segenap hati kita. Kalau hanya dengan setengah hati, maka Dia tidak sudi menerimanya. Hal-hal di atas tadi bagaikan hujan lebat yang mempersulit gerak kita, namun seharusnya tidak menyurutkan niat kita untuk melayani Tuhan yang sudah melayani kita dengan bermandikan peluh dan darah-Nya.

Ada satu hal yang perlu kita jernihkan di sini, yaitu apakah setiap anak Tuhan harus bersedia melayani-Nya dengan memegang jabatan gerejawi? Firman Tuhan justru mencegah seseorang memegang jabatan gerejawi, sekiranya tidak tepat atau tidak layak.

“Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (I Timotius 3:5).

“Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.” (I Timotius 3:12)

Jadi pelayanan jabatan gerejawi memang selektif, karena ada unsur keteladanan yang diperlukan oleh seseorang yang memimpin Jemaat. Justru karena sangat penting bagi kelangsungan Jemaat Tuhan, dan karena jumlah para calon pun tidak banyak, maka barang siapa terpilih hendaknya mempergumulkannya dengan sungguh-sungguh. Jangan mudah menolak, sebab Tuhanlah yang meminta melalui perantaraan instansi terkait dan sudah melalui rapat resmi dengan berdoa kepada-Nya.

Tetapi pelayanan di luar jabatan gerejawi adalah pelayanan setiap orang beriman yang seharusnya “menjadi identitas” kita, yang tidak hanya kita tunggu-tunggu kedatangannya, namun kita cari dan usahakan di mana pun dan kapan pun. Ingat, Bartimeus sesudah dicelikkan matanya mengikuti Yesus melakukan pelayanan kesaksian (Markus 10:52). Perempuan Samaria tunasusila itu pun melakukan pelayanan kesaksian kepada orang-orang sekampungnya. (Yohanes 4:28-30).

Kondisi untuk bisa melayani Tuhan dengan baik menurut Pdt. Dr.Paul Gunadi:

  1. Ada suasana rohaniah yang memadai di dalam keluarga kita.
  2. Ada kesehatian tentang pentingnya pelayanan yang kita pertimbangkan.
  3. Ada dukungan dari pasangan dan anggota keluarga yang lain.
  4. Waktu dan energi yang terambil dari keluarga, terkompensasikan dengan efektif sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
  5. Jika terjadi ketidakseimbangan (gangguan), keterlibatan dalam pelayanan itu perlu dievaluasi ulang.

Nah, tunggu apa lagi? Jangan terpengaruh oleh lebatnya “hujan”, sebab setiap orang mempunyai janji pribadi dengan Tuhan. Jika bisa rame-rame melayani Tuhan bersama seisi keluarga tentulah sangat menyenangkan, tapi itu bukan suatu keharusan. O ya, melayani Tuhan berarti kita akan memberikan waktu, tenaga, pemikiran, talenta bahkan harta kita. Dalam hal ini tidak ada pemberian kita yang terlalu besar, sampai Tuhan merasa terkagum-kagum. Pemberian kita selalu masih tak sebanding dengan kasih karunia Tuhan. Tapi juga tidak ada pemberian kita yang terlalu kecil, sampai Tuhan meremehkannya. Besar atau kecil, banyak atau sedikit, yang penting kita persembahkan dengan ketulusan atau kesungguhan hati, dan kesadaran bahwa itu perlu bagi kepentingan Kerajaan Allah di dunia ini.

Pdt. Em. Daud Adiprasetya

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Kasih Terbesar
    Hakikat Penderitaan Yesus Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...