Lagu “Mukjizat itu Nyata,” yang musik dan liriknya digubah oleh Jonathan Prawira, mengalun dengan merdunya dari tempat saya duduk di sudut kamar tidur putra tunggal saya, yang telah saya ubah menjadi kantor kecil untuk meneruskan bidang yang selama ini saya tekuni di dalam perlindungan hak kekayaan intelektual.
Tak terbatas kuasa-Mu Tuhan, semua dapat Kaulakukan-Apa yang kelihatan mustahil bagiku, itu sangat mungkin bagi-Mu.
Di saat ‘ku tak berdaya, kuasa-Mu yang sempurna-Ketika kupercaya, mukjizat itu nyata-Bukan karna kekuatan, namun Roh-Mu,
ya Tuhan-Ketika kuberdoa, mukjizat itu nyata.
Syair lagu yang indah itu membuat pikiran saya kembali melayang ke masa silam. Di benak saya terbayang masa muda saya sebagai seorang pemudi Kristen yang aktif melayani anak kecil dan remaja di salah satu gereja di wilayah Jakarta Selatan. Saya selalu berpikiran positif dalam menghadapi apapun dalam kehidupan ini dan “menangis” tidak termasuk di dalam kamus pribadi saya.
Suatu hari saya berkenalan dengan seorang pemuda Kristen yang aktif dan penuh tanggung jawab di dalam pelayanan gereja, dan setelah melalui masa perkenalan yang cukup lama, kami dipersatukan di dalam pernikahan kudus. Nas yang tercantum di dalam Alkitab pemberian Majelis Gereja, diambil dari kitab Rum (sekarang Roma) 15:7: “Sebab itu hendaklah kamu bersambut-sambutan sama sendirimu, sama juga seperti Kristus sudah menjambut kamu dalam kemuliaan Allah,” tertanggal 18 Desember 1970.
Kehidupan berjalan terus. Sebagai suami-istri kami tetap melayani Tuhan di bidang kami masing-masing dan melakukan tugas pekerjaan di kantor kami masing-masing. Walaupun demikian, di tengah-tengah kesibukan kami, lama-kelamaan kami merasa ada sesuatu yang kurang di dalam pernikahan kami, yakni kehadiran buah hati tempat curahan kasih-sayang kami. Kami berikhtiar untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan, namun hasilnya tidak seperti yang kami harapkan. Setiap hari Natal atau jika saya mendapat berita kelahiran bayi dari keluarga, sahabat, teman ataupun tetangga, di satu pihak hati saya turut bergembira dengan mereka namun di pihak lain hati saya serasa tersayat dengan sembilu. Saya sangat sedih. Terhadap dunia luar, saya selalu tegar dan menunjukkan hati yang gembira, gemar melucu, akan tetapi bila malam menjelang, saya menangis di dalam doa permohonan kepada Tuhan agar Ia memberkati rumah tangga kami dengan seorang anak yang manis.
Kami berdua tidak pernah menyesali pernikahan kami karena masalah ini, demikian pula ibu saya dan terutama ibu mertua saya (saat ini mereka telah berada di pangkuan Jesus Kristus) yang selalu membesarkan hati kami dan senantiasa berdoa bagi kami berdua. Belum pernah saya mendengar ibu mertua saya bertanya mengapa sampai saat itu belum terlihat tanda-tanda yang menggembirakan, ataupun mengeluarkan perkataan yang menyakitkan hati saya, padahal putranya merupakan anak sulung yang tentunya sangat diharapkan membuahkan keturunan di dalam keluarga patrilinial ini, meskipun bukan lagi merupakan persyaratan utama pada zaman sekarang.
Pengalaman yang paling menyedihkan dan menghancurkan hati saya saat itu justru berbagai komentar yang datang dari luar, baik dalam bentuk pertanyaan sinis maupun sindiran. Sungguh diperlukan mental yang kuat untuk menghadapi teror pertanyaan-pertanyaan seperti, “Mengapa belum punya anak,” “Untuk apa berkarir bila nanti tidak ada yang menikmati jerih payahnya,” “Kok tidak berusaha ke dokter sih,” yang meruntuhkan banyak harapan di dalam hati seorang wanita yang tidak memiliki anak.
Sambil berobat dan mencari dokter yang dapat memberikan pengobatan yang terbaik, saya lalu mulai dengan kesibukan lain. Dari kantor saya langsung mengikuti kuliah notariat di Fakultas Hukum UI agar waktu yang luang tidak tersia-sia tanpa menghasilkan sesuatu yang berguna. Saya pernah mengikutsertakan “orang pintar” untuk mewujudkan impian saya ini. Puji syukur kepada Tuhan, dengan bantuan seorang pendeta, kami sekeluarga disadarkan dan memohon pengampunan-Nya. “Pegangan” berupa secarik kain kecil yang diberikan “orang pintar” itu kami serahkan untuk dimusnahkan oleh pendeta tersebut.
Selama itu pula saya selalu mencari buku ilmiah maupun alkitabiah untuk mengetahui sebab-musabab terjadi kemandulan, bagaimana bila usaha yang dilakukan akhirnya sia-sia, adopsi anak, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan orang-orang yang belum mempunyai momongan. Saya membaca kisah tokoh-tokoh wanita di dalam Alkitab yang telah dibukakan rahim mereka oleh Tuhan sehingga memeroleh keturunan seperti Elisabet, Rahel, perempuan Sunem. Dari Alkitab pulalah saya mendapat jawaban terhadap kebimbangan saya selama ini, yaitu di dalam kitab Pengkhotbah 3:1-2: “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam dan ada waktu untuk mencabut yang ditanam,” dan di dalam Mazmur 62:6: “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab daripada-Nyalah harapanku.”
Dari semua kisah Alkitab, saya paling menyukai cerita yang terdapat di dalam 1 Samuel 1, yaitu ketika Hana berdiri di depan pintu bait Suci Tuhan dan dengan pedih berdoa kepada Tuhan sambil menangis tersedu-sedu. “Kemudian bernazarlah Ia (Hana) katanya: ‘TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memerhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya.'” Demikian pula ayat berikutnya yang selalu memberikan kekuatan dan pengharapan kepada saya, yakni dalam 1 Samuel 1 ayat 19 dan 20: “TUHAN ingat kepadanya. Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya ‘Aku telah memintanya daripada TUHAN.'”
Hari berganti tahun dan suatu ketika menjelang pernikahan tahun ke 13-14, saya meminta pendapat ibu kandung dan ibu mertua saya bagaimana bila kami mengadopsi anak saja, karena mungkin hal ini merupakan solusinya. Namun pendapat beliau-beliau ini sangat berbeda. Ibu saya menjawab: “Erna, engkau sudah begitu lama menjaga adik-adikmu, mungkin Tuhan tidak menginginkanmu terlalu repot lagi.” Tetapi ibu mertua saya dengan tegas mengatakan: “Saya akan menggendong cucu saya sendiri”. Luar biasa! Sesungguhnya saya harus lebih beriman kepada-Nya.
Kembali saya mencari buku-buku tentang upaya untuk memeroleh anak dan juga bertanya-tanya mengapa tidak ada acara khusus di gereja untuk mendoakan pasangan-pasangan yang mendambakan anak, yang sudah bertahun-tahun berusaha untuk berobat tetapi belum memeroleh berkat buah hati dari Tuhan. Mungkinkah karena kemandulan tidak dianggap sebagai penyakit dan tidak dibicarakan secara terbuka? Karena jika pun ada, topik ini hanya didoakan di dalam seminar-seminar untuk kaum wanita. Alangkah baiknya jika gereja memerhatikan hal ini dengan rasa empati dan doa bersama sehingga memberikan penghiburan dan kekuatan kepada mereka.
Suatu malam di bulan Desember 1983, saya menulis sebuah doa:
Ya Yesus Kristus,
Anak Natal, Penebusku,Dengan segala kerendahan hati kami keluarga kecil Kusoy-Senduk menghadap kehadirat-Mu,
mengucapkan puji syukur atas berkat, karunia, kesehatan, rezeki dan segala yang baik yang telah Tuhan berkenan berikan kepada kami dalam tahun 1983 yang hampir akan berakhir.Pada malam Natal ini 24.12.83 pukul 11.10 malam, hamba berlutut di hadapan-Mu. Tuhanku, berilah ampun atas kesalahan dosa, kesombongan, keangkuhan kami. Berilah kami kekuatan untuk memikul salib kecil di dalam rumah tangga kami, salib yang sebenarnya tidak berarti bila dibandingkan dengan salib yang Engkau Tuhan, pernah alami dalam penderitaan.
Pada malam Natal ini, meskipun akhirnya usaha kami untuk menginginkan seorang bayi di dalam rumah tangga kami
mungkin sia-sia belaka, sebagai seorang wanita Kristen yang lemah dan tak berarti hamba tetap berharap. Hamba akan tetap berharap walaupun harus
menghadapi kenyataan sepahit apapun, dengan ketabahan dalam iman kepada-Mu ya Anak Natal, karena di dalam Tuhan setiap usaha tidak akan sia-sia. Ya Tuhanku, terima kasih atas hidup ini dan rumah tangga kami ini.
Amin
Beberapa bulan kemudian, saya beruntung diajak atasan wanita saya ke Eropa, antara lain ke Roma. Di Vatikan saya mendapat kesempatan untuk berdoa dengan berlutut di sebuah kapel di dalam gedung gereja besar itu, dikelilingi oleh lilin-lilin bercahaya di dalam ruangan yang gelap. Hanya satu doa permintaan saya, “Ya Tuhan, karuniakanlah padaku seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi alat di dalam tangan kasih-Mu.” Doa ini saya ucapkan berkali-kali dengan yakin.
Pada tahun 1985, setelah beberapa bulan sang “tamu bulanan” tidak singgah-yang biasa saya alami bila sibuk disertai stres-saya merasa bahwa perut saya agak keras, sehingga saya diantar ibu ke dokternya untuk diperiksa. Dengan santai dokter menjawab bahwa ada dua kemungkinan yang saya hadapi. Saya mungkin mempunyai myom di dalam kandungan atau sedang hamil. Sepulang dari dokter, saya semalaman berdoa dan menangis kepada Tuhan untuk menolong saya, karena sesuatu di dalam perut saya tersebut harus keluar, apakah sebagai myom atau anak yang kelak dilahirkan.
Singkat cerita, dokter memberikan kabar gembira karena ternyata Tuhan menganugerahkan berkat berupa seorang bayi setelah hampir 15 tahun pernikahan, suatu hal yang sangat indah dan luar biasa. Masih di dalam kandungan, saya telah memanggil bayi itu dengan nama Samuel dan ketika dilahirkan pada bulan Agustus 1985, nama itu ditambah dengan nama Anthony.
Anthony kini sudah berusia 23 tahun dan sedang mengambil program lanjutan komunikasi di UQ, setelah menamatkan studi psikologi (program bersama Fak. Psikologi UI dengan University of Queensland). Saya senantiasa berdoa agar Tuhan menyertai dan melindunginya.
Erna L. Kusoy
7 Comments
Jan nicolas wannaway
Maret 10, 2010 - 12:03 pmBerbahagialah orang yang selalu menaruh pengharapan kepada Tuhan Yesus karena dia akan mendapatkan apa yang di harapannya dari Sumber Kehidupan!
Saya salut dengan ibu erna yang tabah dan kuat mengahadapi tekanan demi tekanan dalam pengharapannya untuk memperoleh keturunan.Semoga pengalaman ibu erna boleh menjadi kekuatan dan jawaban dari doa bagi pasangan2 hidup lainnya yang mengalami permasalahan yang sama. Amin!
Ruth
November 15, 2010 - 8:58 amSyallom,
Ibu Erna, Puji Tuhan atas berkatkepada Ibu sekeluarga. Ini menguatkan saya yang saat ini sedang mengandung sekitar 3 bulan di mana dokter mengatakan bayi kami pertumbuhannya tidak sesuai usianya. Kami aminkan seperti yang Ibu aminkan selama 15 tahun, bahwa Tuhan Jesus pasti memelihara bayi kami sejak masih dalam kandungan dan juga bayi ipar saya yang ibunya saat ini sedang di rawat karena ada pendarahan (mereka sudah mengharapkan ini sekitar 10 tahun), semoga kami bisa berserah secara tulus kepada Tuhan Yesus. Amin
Erna Kusoy
Juli 25, 2011 - 12:10 amYth. Bp. Jan Nicolas,
Terlebih dahulu mohon maaf sebesarnya karena saya sudah lama tidak membuka kategori “sudut hidup” jadi baru malam ini membaca comment anda yang sedemikian positifnya. “Nothing is impossible in Christ that strengthen all of us” dan kiranya Yesus Kristus memberkati bapak dan keluarga. Teriring salam hormat didalam Kristus Yesus.
Erna L. Kusoy.
Erna Letty Kusoy
Januari 29, 2012 - 2:18 pmDear ibu Ruth yang kami kasihi,
Terlebih dahulu selamat Tahun Baru 2012 dan kiranya Tuhan YMKuasa memberkati ibu Ruth dan keluarga, dab juga maaf karena baru sekarang ini memberikan jawaban atas komentar bu Ruth. Sebenarnya tgl 25 JUly 2011 setelah saya memberikan jawabaqn pada pak Jan Nicholask saya merencanakan segera membalas komentar ibu, tetapi lampu tiba2 mati, jadi saya berhenti dan menutup lap-top lalu tidak ada hubungan lagi hingga detik ini. Memang kali ini saya membuka website GKIPI karena mau memprint tulisan saya pada soerang teman Maya Nugroho dari Gereja Stefanus Kebayoran Baru yang saya baru kenal dan untuk memberikannya kekuatan ingin saya sampakan artikel saya tesebut, Ketka saya bukasaya jadi malu karena belum memberikan jawaban pada komentar anda. Maafkan saya setelah sekian lama tidak membukanya.
Bu Ruth yang baik, bagaimana dengan kehadiran sikecil yang tentunya sudah besar sekali, siapakah namanya dan apakah anda dapat mengirimka photonya melalui email saya elkusoy@gmail.com Semoga anda bersedia membalasnya dan syaloom. Erna Kusoy
Aril
Januari 8, 2014 - 8:47 amKesaksian Ibu Erna begitu menguatkan saya,saat ini sy sdng menantikan kehadiran bayi dlm rumah tangga kami Kiranya Tuhan Yesus mengabulkan permohonan kami sesuai kehendaknya
Hadasa Anidya
April 28, 2015 - 1:12 pmRenungan yang menguatkan saya… saya sudah 3 tahun menikah,kami belum dikaruniai buah hati. Sebagai perempuan, saya sangat sensitif perihal ini. Candaan teman-teman kantor sungguh menyakiti hati saya… Tapi saya sangat bersyukur punya suami yang sangat mengenal siapa Tuhan-nya, suami saya selalu berikan kekuatan buat saya. Suami saya bilang kalau anak adalah Anugerah seperti halnya Keselamatan yang kita terima.Bukan dari pihak kita manusia akan tetapi mutlak dari pihak Tuhan.
Yohanes 1:13 “Orang0orang yang diperanakan bukan dari darah atau daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan laki-laki, melainkan dari Allah”
Semoga ini bisa menguatkan saya pribadi juga semua Ibu yang sedang mendambakan buah hati. Saya juga berdoa buat kalian… Jesus Bless Us
Rani
Agustus 30, 2018 - 1:02 pmSemoga berkat Tuhan ada bagi sya yang belum memiliki anak setelah 4 tahun pernikahan