Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. (2Tim. 1:5)
Setiap orangtua rela bekerja keras supaya anak-anak mereka kelak tidak terlantar. Tidak sedikit orangtua memandang bahwa dengan mewariskan harta kekayaan dapat menjamin anak-anak mereka hidup sejahtera. Namun, banyak cerita, sepeninggalnya orangtua alih-alih harta kekayaan itu menjamin hidup menjadi baik, malahan menjadi sumber konflik.
Berbeda dari kebanyakan orang, Lois dan Eunike, mereka adalah nenek dan ibu dari Timotius mewariskan iman kepada keturunan mereka (2Tim. 1:5). Benih-benih iman itu terus tumbuh dalam diri Timotius. Iman yang bagaimana? Iman yang tulus iklas, yakni iman yang murni, iman yang tidak bercampur dengan kekhawatiran, kecurigaan atau ketidakpercayaan kepada Allah. Apa istimewanya iman seperti ini? Iman seperti ini mampu menopang seseorang ketika berhadapan dengan masa-masa sulit. Iman seperti ini akan membuat orang bertekun, tidak gampang menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan Tuhan. Terbukti, Timotius dalam pelayanannya yang penuh dengan tantangan dapat bertahan dan sekaligus menjadi teladan bagi orang-orang yang dilayaninya.
Tantangan kehidupan bukan hanya ada pada zaman Paulus dan Timotius. Pada masa kini pun tantangan itu tidak kalah menyeramkan. Apakah yang dapat kita wariskan kepada anak cucu kita untuk menghadapi kehidupannya? Tentu tidak cukup dengan harta kekayaan. Imanlah yang dapat menopang mereka. [Pdt. Nanang]
REFLEKSI:
Bila harta kekayaan bukanlah jaminan yang dapat menopang seseorang melewati badai hidup, maka iman menjadi jawabannya.
Ayat Pendukung: Mzm. 121; Yes. 51:1-3; 2Tim. 1:3-7
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.