“Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Mrk. 3:35)
Sebutan “saudara” dalam kehidupan bermasyarakat biasanya menunjuk pada orang yang memiliki hubungan darah, keluarga, atau kerabat. Namun, orang yang memiliki hubungan yang sangat baik dan dekat, atau bersahabat dapat juga disebut sebagai saudara, meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah atau kekerabatan. Yesus juga berbicara tentang saudara- Nya, tetapi dengan pemahaman baru.
Ketika keluarga-Nya datang ke Kapernaum untuk membawa-Nya pulang ke Nazaret, Yesus tengah berada dalam sebuah rumah yang penuh sesak oleh orang banyak yang mengikuti-Nya dan ingin mendengar pengajaran-Nya. Kondisi itu membuat ibu dan saudara-saudara-Nya terpaksa berdiri di luar rumah. Lantas, orang banyak memberi tahu Yesus bahwa ibu dan saudara-saudara-Nya datang menjemput-Nya. Yesus lalu menjawab bahwa saudara-Nya tidak hanya yang memiliki hubungan darah dengan-Nya, tetapi setiap orang yang melakukan hal yang sama dengan-Nya, yaitu melakukan kehendak Allah adalah saudara-Nya.
Selama orang melakukan hal yang Yesus lakukan; menaati dan menyatakan kehendak Allah dalam hidupnya, maka orang tersebut adalah saudara-Nya. Perkataan Yesus ini menunjukkan bahwa sebutan saudara memiliki arti yang lebih luas, tidak terbatas pada hubungan darah, tetapi mencakup kehidupan beriman, yakni menjadi pelaku firman Tuhan. Kita menjadi saudara dan satu keluarga besar dalam Tuhan karena iman dan ketaatan kepada kehendak-Nya. [Pdt. Henni Herlina]
DOA:
Sebagai keluarga Tuhan, kiranya kami senantiasa menghadirkan kehendak Allah dalam hidup kami. Amin.
Ayat Pendukung: Kej. 3:8-15; Mzm. 130; 2Kor. 4:13-5:1; Mrk. 3:20-35
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.