Benjamin Disraeli (1804-1881), mantan Perdana Menteri Inggris, pernah mengatakan: “Keadilan, adalah kebenaran dalam tindakan.” (‘Justice, is truth in action.’). Situasi sebaliknyalah yang dihadapi Mikha di Yehuda. Keadilan adalah sesuatu yang tidak dihargai, bahkan merupakan barang langka, pada masa itu. Semua orang, bahkan pihak, mengabaikannya demi kepentingan pribadinya.
Di lingkungan peradilan, yang dapat dijumpai hanyalah orang-orang yang membenci kebaikan, dan yang malahan memakan daging bangsanya sendiri (ayat 1-4). Bukan hanya itu, sebab mereka yang menyebut diri sebagai nabi, ternyata hanyalah penyesat bangsanya. Mereka amatlah memalukan karena, “…apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai, tetapi terhadap orang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka, maka mereka menyatakan perang.” (ayat 5). Para pemimpin bangsa pun tidaklah lebih baik. Mereka yang duduk di pemerintahan, “…muak terhadap keadilan dan yang membengkokkan segala yang lurus.” (ayat 9). Dan yang lebih parah adalah: “Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: “Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!”” (ayat 11).
Mikha meyakini, bahwa hanya dengan dan oleh Roh Allah yang memberikan kekuatan (ayat 8), orang akan mampu tetap memegangi keadilan, melampaui segala godaan kesejahteraan pribadi, bahkan menyatakan kebenaran dan kasih ALLAH.
Kita, hari ini, dikaruniai kekuatan yang sama oleh Roh Kudus. Karena kita juga dipanggil untuk bertindak sama seperti Mikha, di “tempat” kita masing-masing. Kita pegangi Roh Allah itu dan kita penuhi panggilan-Nya?
PWS
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.