Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak….(Lukas 18:14)
Saat pulang dari kebaktian di gereja, apakah kita yakin bahwa kita pulang sebagai orang yang dibenarkan Allah? Apakah kita justru menyisakan keluhan tentang khotbah yang tidak menarik, para pelayan ibadah yang menurut kita tidak melayani dengan baik, atau hal lainnya sehingga merasa tidak diberkati Tuhan dalam ibadah yang kita ikuti?
Bacaan firman pada hari ini menolong kita untuk melihat bahwa ibadah di rumah Tuhan harus membuat kita dibenarkan Allah. Dibenarkan Tuhan berarti ibadah kita diterima dan dikenan oleh-Nya. Si pemungut cukai merasa tidak layak di hadapan Allah. Dengan merendahkan diri, ia jujur mengakui keberdosaan dirinya. Ia memukul dada sebagai tanda penyesalan atas dosanya dan memohon belas kasih Tuhan. Sedangkan orang Farisi dengan angkuh membeberkan kesalehannya, membandingkan dirinya dengan orang lain. Ia menepuk dada atas kesalehannya, sekaligus melecehkan orang lain. Ia memuliakan diri. Tuhan tidak berkenan pada ibadahnya. Ia pulang tanpa dibenarkan oleh Tuhan.
Kita perlu mengkritisi sikap kita dalam ibadah di rumah Tuhan. Jangan sampai Tuhan tidak berkenan atas ibadah kita, hanya karena kita ingin memuaskan diri sendiri, beribadah untuk dipandang saleh, atau untuk dipuaskan oleh para pelayan ibadah. Jika demikian, maka kita pulang tanpa dibenarkan Allah. [Pdt. Em. Dianawati S. Juwanda]
DOA:
Tuhan, ampunilah kami bila dalam beribadah kami kurang merendahkan diri di hadapan Tuhan. Kami rindu menjadi orang yang dibenarkan Tuhan. Amin.
Ayat Pendukung: Yer. 14:7-10, 19-22; Mzm. 84:1-7; 2 Tim. 4:6-8, 16-18; Luk. 18:9-14
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.




Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.