Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal. (2Tim. 2:10)
Dalam salah satu cerita Jataka, ada kisah tentang seorang pertapa yang hidup di hutan. Pada suatu hari, ia bertemu dengan seekor harimau betina yang kelaparan dan kelelahan karena baru saja melahirkan anak-anaknya. Tanpa makanan yang bisa ditemukannya, harimau itu berniat untuk memakan anak-anaknya yang baru saja lahir demi menghilangkan rasa laparnya. Dengan penuh belas kasihan, sang pertapa mengambil keputusan untuk mengurbankan dirinya. Ia menyerahkan tubuhnya sendiri untuk menjadi makanan dan mencegah harimau tersebut memakan anak-anaknya sendiri.
Berpihak dan berbelas kasih kepada sesama tidak mudah karena menuntut pengurbanan diri kita. Paulus pun mengalami penderitaan dan tujuan penderitaannya adalah untuk memampukan umat untuk mendapat keselamatan. Penderitaan adalah sesuatu yang memang harus kita alami seperti dikatakan Luther, “Ecclesia haeres crucis est,” gereja adalah pewaris dari salib. Melalui Surat Timotius ini, jemaat ingin dikuatkan agar memiliki keberanian, kesetiaan, dan kesediaan untuk menderita.
Pengurbanan diri kita tidak akan sia-sia. Allah itu setia dalam memelihara dan mengasihi umat-Nya sehingga kita pun pasti akan mendapat hasil dari pengurbanan diri kita itu. Dengan demikian, kita tidak perlu takut untuk menderita dan mengurbankan diri pada saat situasi memang menuntut kita untuk itu. [Ibu Yessy Sutama]
REFLEKSI:
Tatkala ketakutan untuk berkurban menguasai kita, lihatlah salib Kristus.
Ayat Pendukung: Mzm. 28; Bil. 27:15-23; 2Tim. 2:8-13
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.