Menjelang fajar pada hari pertama minggu itu, Maria Magdalena dan Maria lain pergi ke kubur, walau sebenarnya mereka tidak tahu hendak berbuat apa. Mereka diliputi kekecewaan yang besar. Yesus, panutan mereka yang amat mereka andalkan dan kepada siapa mereka dan murid-murid yang lain menggantungkan harapan, ternyata ditangkap, disiksa bahkan dibunuh. Murid-murid lain menyembunyikan diri karena ketakutan. Merekapun sebenarnya takut, tetapi kecintaan mereka yang besar terhadap Yesus mendorong mereka untuk menengok kubur-Nya. Mungkin cuma demi sekilas pandang atas jenazah panutan mereka yang kiranya akan menolong mereka memulihkan luka-luka batin mereka.
Namun alih-alih menjumpai Yesus yang mati, mereka mengalami gempa bumi yang hebat. Malaikat Tuhan turun menggulingkan batu penutup makam dan duduk di atasnya. Alih-alih menjumpai Yesus yang mati, mereka dijumpai malaikat Tuhan dengan wajah bagai kilat dan pakaian putih bagai salju. Sang malaikat menyapa mereka dan menyampaikan 3 (tiga) pesan Paska yang hakiki.
Hal pertama yang dikatakan sang malaikat kepada kedua perempuan itu adalah: “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu…” Inilah pesan inti Paska: jangan takut! Jangan takut meski pandang ke depan masih kabur. Jangan takut walau topan-badai mengancam. Jangan takut walau IA tidak ada lagi di antara mereka.
IA tidak ada lagi di makam. IA juga tidak ada lagi di antara mereka. Kata sang malaikat itu lagi kepada mereka: “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.” Jangan takut melainkan percayalah! IA sudah bangkit. IA tidak ada lagi di antara mereka, tetapi IA akan senantiasa ada bersama kita.
Pesan yang ketiga yang disampaikan kepada kedua perempuan itu adalah: “Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia.” Mereka yang sudah mendapatkan berita tentang kebangkitan-Nya diutus untuk meneruskan kabar penuh harapan itu kepada murid yang lain dan kepada semua orang.
Merekapun segera pergi dengan penuh sukacita. Mereka sudah tersentuh oleh berita kesukaan Paskah. Mereka yang datang dengan kekecewaan dan ketakutan, kini pergi dengan hati yang mantap. Mereka berhasil mengatasi ketakutan mereka. Mereka percaya bahwa IA sudah bangkit. Dan dengan bergegas mereka berangkat. Dan pada saat itulah Yesus yang bangkit itu menjumpai mereka. Maka lengkaplah sukacita kedua perempuan murid Tuhan itu. Dan itulah maksud Paska. Memulihkan harapan dan mengaruniakan sukacita.
Bagaimanakah lalu dengan Paskah kita saat ini? Sekadar klise? Sekadar rutinitas? Bahkan mungkin pertanyaan ini sendiripun sudah merupakan klise dan rutinitas sendiri. Sebab bila kita jujur terhadap diri sendiri, maka tidak terlalu mudah untuk bisa mengatakan bahwa kita mengalami “sesuatu “ dalam Paskah kali ini. Terlebih di saat ketika hari depan amatlah tidak jelas. Ketika kejujuran, ketulusan dan keadilan merupakan barang langka dalam kehidupan sesehari. Ketika malapetaka demi malapetaka justru melanda orang-orang yang tidak bersalah. Ketika kita mengatakan bahwa Paska adalah kabar baik yang indah dan luar biasa, tetapi yang rasanya takkan mengubah apapun.
Bila memang itu yang kita alami dengan Paska kita kali ini, maka kita tak ubahnya kedua perempuan ketika datang ke kubur Yesus. Kita mengalami Paskah dengan harapan bukan menjumpai Yesus yang bangkit tetapi Yesus yang mati. Kita datang sekadar untuk mencari setetes harapan atau apapun guna menolong kita dalam upaya kita menjilati luka-luka sendiri. Dan bila demikian halnya maka kita perlu belajar dari kedua perempuan murid Yesus. Karena pesan Paska bagi mereka adalah juga pesan Paska bagi kita saat ini.
Kita harus datang untuk berjumpa dengan Yesus yang hidup bukan Yesus yang mati. Tuhan mengerti bahwa kita mengalami Paska dengan kegalauan bahkan pesimisme kita di zaman ini. Namun seperti kepada kedua perempuan murid Yesus, IA menyapa kita: “Jangan takut…” Jangan takut walau banyak hal tidak kita mengerti dalam hidup ini. Jangan takut, walau topan dunia mengancam. Jangan takut walau pandang ke depan kabur. Tuhan Paska ada di sisi kita senantiasa.
Dan bila kita tidak lagi takut, maka kita dapat percaya. Percaya yang bukan sekadar percaya bahwa kebangkitan adalah keniscayaan, tetapi percaya kepada Tuhan yang bangkit. Atau terbalik? Kita percaya terlebih dahulu lalu menjadi berhasil mengalahkan ketakutan kita? Atau tidak lagi takut baru menjadi percaya? Sama saja. Sebab bagaimanapun percaya (believe) pada akhirnya adalah mempercayakan diri (trust). Itulah maksud Paska. Agar kita bebas. Bebas untuk percaya dan mempercayakan diri, bebas dari ketakutan, bebas dari dosa.
Maka pesan bahkan perintah Yesus yang bangkit itu adalah perintah untuk kita: “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” Mengapa Galilea? Mengapa bukan Yerusalem? Galiela adalah tempat yang tidak punya keistimewaan apapun. Bahkan orang yang berasal dari Galilea dianggap tidak berharga. Namun justru di situlah Yesus berkenan hadir. Sebab di situlah kehidupan yang keras dan nyata berlangsung. Dan di situlah Tuhan datang. Dan ke situlah murid-murid diutus.
Kitapun diutus untuk pergi (baca: kembali) ke “Galilea” kita masing-masing. Ke situasi kehidupan nyata kita, ke keseharian kita. Di sanalah kita mewartakan karya penyelamatan Tuhan melalui keutuhan hidup dan karya kita. Karena di sanalah Tuhan yang bangkit masih tetap berkarya. Mari kita jadikan Paska kita bermakna. Bukan cuma buat diri kita, tetapi terutama bagi orang lain.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.