“Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2).
FROM TRAGEDY INTO TRIUMPH
Dalam buku The Power Of Hope, saya membaca pengalaman sang penulis yang sangat menarik. Ia menceritakan bahwa ia pernah merasakan menjadi anak orang kaya sekaligus menjadi anak orang miskin, karena bisnis orangtuanya bangkrut. Sebagai siswa SMA di Bandung, ia juga mengalami infeksi tulang belakang, hingga sempat tak bisa berjalan. Tak ada biaya untuk berobat, untuk hidup sehari-hari, sampai pernah diusir dari rumah kos, nyaris putus sekolah bahkan nyaris bunuh diri. Tapi kemudian Tuhan mempertemukannya dengan seseorang yang bersedia menjadi ayah angkatnya. Selanjutnya dengan seorang gadis baik hati yang menjadi pacar, lalu dinikahinya. Tuhan mengaruniai seorang putri, selanjutnya mempunyai beberapa anak angkat yang dibiayai sekolahnya. Semua itu terjadi sebab Tuhan mengangkat hidup finansialnya.
Diyakininya bahwa pengalaman-pengalaman pahit justru dipakai Tuhan untuk mempersiapkan dirinya menjadi saksi kasih-Nya bagi sesama di kemudian hari. Ia mengenal pepatah yang mengatakan bahwa hanya orang yang pernah sakitlah yang tahu apa arti sehat, dan hanya orang yang pernah menangislah yang tahu persis apa arti tertawa. Kepadanya, Dokter Maximus Mudjur pernah mengirim sebuah pesan singkat (SMS) menarik, “Jalan menuju bahagia dan sukses tidak selalu lurus. Ada tikungan bernama kegagalan. Ada bundaran bernama kebingungan. Ada tanjakan bernama kawan dan lawan. Ada lampu merah bernama musuh. Ada lampu kuning bernama keluarga. Mengalami ban kempes dan pecah, itulah hidup. Tapi jika membawa ban serep bernama tekad, mesin bernama ketekunan, asuransi bernama iman, pengemudinya Sang Pengasih, kita akan sampai di daerah yang disebut setia, sukses dan bahagia.” Sang penulis selanjutnya menggambarkan dirinya dengan sebuah mobil yang akan dijual. Sebelum dilempar ke pasar, mobil itu harus mengalami proses uji yang ketat (quality control). Begitu juga yang terjadi jika Tuhan hendak memakai hidup kita secara luar biasa. Kita harus mengalami proses belajar dan juga ujian yang luar biasa, sehingga kita menjadi pemenang sejati, bukan pemenang karbitan.
Kenyataan menunjukkan bahwa semakin kita hidup dekat dengan Tuhan, semakin kita menghadapi banyak ujian, karena kita semakin peka terhadap kehendak-Nya. Itu sebabnya kita perlu lebih berhati-hati dalam melangkah. Menjaga hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan agar selalu bisa selaras dengan perintah-perintah-Nya dan tidak menyakiti hati-Nya. Bacalah 1 Korintus 2:9, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”
Apa Yang Dapat Kita Timba?
PERTAMA: Gemblengan hidup yang berat, dapat menjadi sebuah batu-loncatan untuk maju. Terkadang ada yang menanggapi kesusahan hidup sebagai nasib sial yang dikutukinya. Penderitaan masa muda, bisa menjadi benih kejahatan dalam diri seseorang. Dapat mencetak pribadi pendendam, yang akan selalu mengusik orang sekitar yang hidupnya nyaman. Tapi sang penulis tadi, justru menerima masa kelamnya sebagai berkat. Dia berpendapat bahwa dengan menelan pil-pil pahit itulah, maka ia akan memiliki pemahaman hidup yang bermakna.
SORROW, LIKE RAIN, MAKES ROSES AND MUD. (Austin O’Malley)
KEDUA: Berada dalam rangkulan tangan Tuhan dan melayani pekerjaan-Nya, tidak berarti hidup tanpa tantangan lagi. Kita dinasihati supaya jangan menyakiti hati Tuhan, dan mengupayakan hidup yang selaras dengan kehendak-Nya.
ALL HEAVEN IS WAITING TO HELP THOSE WHO WILL DISCOVER THE WILL OF GOD AND DO IT. (J.Robert Ashcroft)
KETIGA: Bahwa hidup ini berkesinambungan. Masa kini tak terlepas dari masa lampau dan masa depan. Jika hidup kita sudah terpelihara oleh kasih Tuhan dan diperkenan melayani-Nya, maka kita akan beroleh kejutan; memasuki masa bahagia-kekal yang penuh rahasia ilahi.
THE ONLY LIGHT UPON THE FUTURE IS FAITH. (Theodor Hoecker)
Gajah Yang Malang
Seekor gajah dewasa dengan berat hampir 5 ton merupakan salah satu hewan terkuat di dunia. Ototnya yang kuat mampu memindahkan beban yang rasanya tidak akan mampu diangkat manusia. Namun, betapa lemahnya gajah tersebut selepas menunaikan tugasnya. Sang pemilik dengan mudah mengikat kakinya dengan seutas tambang yang hanya ditancapkan pada sebuah patok kecil. Si gajah perkasa itu seperti kehilangan kekuatannya. Ia hanya pasrah dengan ikatan-ikatan yang semestinya dengan mudah dapat dilepaskan. Mengapa ia tidak mampu melepaskan diri dari ikatan itu? Jawabnya mudah ditelusuri. Sedari kecil, gajah cilik telah dikondisikan untuk “tunduk” dengan kekuatan seutas tambang. Keberanian untuk membebaskan diri pada masa kecilnya dikekang oleh tambang tersebut. Berkali-kali ia mencoba melepaskan diri namun tubuhnya yang kecil belum memiliki kekuatan sepadan dengan tambang itu. Ia akhirnya terkondisi untuk “tunduk” pada tambang tersebut. Ketika beranjak dewasa sang gajah selalu berpikir bahwa masa lalu sama dengan masa depan sehingga kepasrahan dan keengganan untuk mencoba lagi menjadi pilihan pertama dan utama (dari buku Success Journey).
Hidup Kita Dalam Kasih Karunia Kristus
Kita memang memiliki masa lampau yang kelam, ketika masih terbelenggu oleh rantai dosa. Tapi sejak diikat tali kasih karunia Kristus, kita menjadi orang yang merdeka. Dosa bukan lagi kegemaran kita. Memang masih ada tiga hal yang membuat kita rentan terpeleset jatuh, yaitu:
- Keberadaan kita saat ini di dunia-dosa.
- Kedagingan yang masih lekat di dalam kemanusiaan kita.
- Iblis yang masih diizinkan Tuhan mengusik dan mencobai kita.
Tapi kasih karunia Kristus lebih besar dari semuanya itu! Ingatlah pergumulan rasul Paulus dan jawaban Tuhan yang tegas: Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur daripadaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”(2 Kor.12:8-9).
Kalau begitu kasih karunia Kristus bukan meniadakan masalah, tapi memampukan kita untuk dapat mengatasi masalah. Kristus memampukan kita untuk bisa berdiri tegak di tengah badai hidup. Tapi bukan dengan sikap pasrah tanpa pengharapan! Di dalam pengharapan Kristus yang bersinar terus, kita melaksanakan perjuangan iman dan cinta kasih! Dalam hal itu, kita tidak sudi menjadi seperti gajah yang malang tadi! Masa lampau yang kelam telah membelenggunya begitu kuat, sehingga untuk seumur hidup dia menjadi pecundang yang malang.
IT IS A GREAT VICTORY THAT COMES WITHOUT BLOOD. (George Herbert)
Bermegah Dalam Pengharapan
Ada sebuah kisah dari China oleh Lun Heng: Seorang tua bernama Chou, yang duduk di tepi jalan, tampak patah hati dan tertekan. Seseorang yang lewat, yang ingin tahu mengapa laki-laki tua itu begitu sedih, bertanya, “Mengapa engkau begitu sedih dan putus asa?” Orangtua itu menjawab, “Hal ini disebabkan karena aku kehilangan semua kesempatan dalam hidupku. Ketika aku masih muda, tren pada zaman itu orang yang memiliki gelar kesarjanaan sangat dihormati dan ditawari posisi yang terbaik, jadi aku kuliah. Tetapi ketika aku menjadi sarjana, zaman berubah, masyarakat lebih menyukai orang yang lebih tua dan berpengalaman ketimbang orang muda. Namun ketika aku mulai tua, orang kembali menghargai anak muda ketimbang orangtua dan tidak mungkin bagiku untuk kembali muda. Aku tetap tidak terpakai. Hidupku sia-sia. Perubahan-perubahan seperti itulah yang membuatku sedih dan putus asa.”
Hidup di dalam kasih karunia-Nya adalah hidup di dalam pengharapan. Bukan dalam pengharapan yang kita bangun sendiri, tapi di dalam Kristus. Berdasarkan Pribadi, Karya dan Nama Kristus. Barang siapa berpengharapan atau berpegang pada tiga hal itu, maka hidupnya pasti bermegah; ada rasa bangga, lega dan bersyukur. Melihat kondisi kita yang biasa-biasa saja, tetapi memiliki kemampuan bertahan dan mengatasi badai hidup dari waktu ke waktu. Keberhasilan itu akan memunculkan pertanyaan di hati banyak orang,”Apa rahasianya? Siapakah yang berada di belakangnya?” Lalu mereka akan menemukan Tuhan!
OTHER MEN SEE ONLY A HOPELESS END, BUT THE CHRISTIAN REJOICES IN AN ENDLESS HOPE. (Gilbert Brenken)
Menerima Kemuliaan Tuhan
Ini adalah yang sudah disediakan Tuhan bagi setiap anak-Nya. Di surga sudah pasti. Tapi di dunia sekarang ini pun, Tuhan juga sudah menyediakannya bagi kita semua. Kalau begitu masa depan kita tidak lagi menakutkan. Langkah kaki kita tidak perlu gontai, jika hidup kita selalu melekat pada Tuhan, jika kita menghadapi segala sesuatu bersama Tuhan. Hal itu berarti setiap masa depan; momen demi momen selalu ada Yesus Kristus, sang kekasih jiwa. Selain tidak ada lagi yang perlu dicemaskan, juga tak ada lagi yang kurang!
Sebelum bertobat, salah seorang kakak saya selalu merasa aneh jika melihat isterinya rajin beribadah di gereja dan melayani pekerjaan Tuhan. Saat itu ia berpendapat bahwa isterinya terlalu rohani dan hidup sok suci. Menurut dia, hidup bersama Tuhan merupakan kerugian besar, karena harus memutuskan hubungan dengan kesenangan duniawi. Tapi setelah ia mengalami pertobatan, ia justru mengakui bahwa hidup di dalam Kristus adalah yang terindah.
LIFE IS FILLED WITH MEANING AS SOON AS JESUS CHRIST ENTERS INTO IT. (Stephen Neill)
Sesungguhnya hidup bersama Tuhan adalah pilihan kita yang paling pas. Hal itu seperti ikan berada di dalam air. Bahkan seperti ikan laut di dalam air laut, dan ikan tawar berada di dalam air tawar. Karena kita berasal dari Tuhan, dan bukan dari dunia ini (Yoh.15:19), maka hidup bersama Tuhan justru membuat kita merasa bahagia dan mulia! Ya, mulia sebab kita tidak salah pilih, kita menjadi orang yang terpilih dan berdekatan dengan Tokoh terpilih, yaitu Yesus Kristus yang duduk di kanan Bapa.
Pdt. Em. Daud Adiprasetya
1 Comment
kesy haloho
April 1, 2015 - 11:38 pmkotbah ini membuat saya lebih bersemangat untuk beribadah kepada Tuhan dan memuji Tuhan.
Trims atas kotbahnya 🙂