Perspektif
Suatu ketika, delegasi salah satu denominasi gereja di Amerika Serikat “melawat” Presiden Abraham Lincoln di Gedung Putih dalam masa-masa Perang Saudara (Civil War) Amerika Serikat. Mereka berkata padanya “We will prevail because God is on our side”. Dan, Lincoln menjawab “I know that the Lord is always on the side of right. But, it is my constant anxiety and prayer that I – and this nation- should be on the Lord’s side”.
Bijaksana yang Tuhan berikan pada Abraham Lincoln dalam kisah di atas dapat merekonstruksi cara pandang kita atas segala sesuatu khususnya dalam upaya mengenal dan memahami Tuhan. Ketika belajar teologi, Tuhan kerap menjadi Objek di bawah mikroskop pemahaman yang bersangkutan di mana Tuhan dipahami dan dikurung dalam batas pengertian yang menyenangkan atau seturut dengan kepentingan yang bersangkutan. Dengan kata lain, orang tersebut memilih dan memilah sendiri hukum Tuhan dari kaca mata egonya. Sehingga, akhirnya manusia yang seolah-olah menjadi tuhan itu sendiri (homo-sentris). Konsep ‘Objek’ dalam kalimat terdahulu berbeda dengan konsep Kristus sebagai Objek iman. Konsep belakangan ini bermakna bahwa kepada Dialah kita beriman (2 Tim.1:12: “…aku tahu kepada siapa aku percaya…”). Banyak orang memang yang memiliki iman, tetapi sering kali meletakkan imannya pada objek yang salah.
Dalam hidup ini memang tersedia sejumlah “jalan yang menawarkan Sorga sebagai tujuan”. Sebagaimana ketika kita berada di airport untuk suatu penerbangan, di sana selalu tersedia sejumlah gerbang (gate) yang masing-masing menuju ke sebuah pesawat terbang yang akan menuju ke suatu tujuan. Penerbangan-penerbangan lain bahkan mungkin akan memberi kenikmatan lebih ketimbang penerbangan pilihan kita. Tetapi soal utamanya bukan pada kenyamanan pelayanan selama terbang, tetapi pada apakah penerbangan itu akan benar membawa kita ke tujuan kita sesungguhnya? Demikian juga dengan jalan keselamatan yang dalam bahasa budaya dan sosial disebut “agama”. Mungkin ada banyak jalan lain yang menjanjikan kemudahan dan bahkan kenikmatan melebihi Jalan yang disediakan oleh dan melalui Kristus. Tetapi apakah, sebagaimana disebut di atas, dengan mengambil jalan lain itu, kita akan tiba pada keselamatan kekal sebagai tujuan hidup utama kita? Amsal 16:25: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut“.
Alkitab secara tegas menyatakan bahwa hanya ada satu Jalan yang berakhir di Sorga. Jalan itu bukan agama, tetapi Pribadi. 1Timotius 2:5-6 ”Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia…” Mengapa hanya satu Jalan ke Sorga? Karena memang hanya ada satu Pribadi saja yang “menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia “, yakni Yesus Kristus.
Iman Kristen adalah objektif, yakni bukan digantungkan pada pandangan subjektif orang per orang. Nilai Kekristenan ditentukan bukan dari siapa yang mempercayai (the one trusting), tetapi dari Yang Dipercayai (the One trusted). Dalam proses pemahaman tentang, dan persekutuan kita dengan, Kristus, Kristus memang bukan hanya menjadi Objek iman kita, tetapi lebih jauh lagi menjadi Subjek yang menerangi kita dalam proses perjalanan iman kita. Kita yang telah secara benar dan sungguh-sungguh bertobat dan meletakkan iman kita pada Kristus sebagai Objek iman pasti akan sekaligus meletakkan Tuhan sebagai Subjek dan Pusat (teosentris) yang menerangi kita dalam hasrat dan upaya kita lebih mengenal (dan menyenangkan) Tuhan. Tidak seorang pun dapat mengenal Allah kalau bukan Ia sendiri yang menyatakan DiriNya (Ulangan 29:29), melalui alam semesta, pencerahan hati nurani dan akal budi kita, Alkitab dan bahkan melalui Penyataan KhususNya pada Yesus Kristus yang mati, bangkit dan naik ke sorga.
Yesus Kristus yang Mati, Bangkit dan Naik ke Sorga
Tema kebangkitan Kristus belakangan ini menarik perhatian dunia sehubungan dengan kontroversi temuan yang diklaim sejumlah orang sebagai kubur, dan bahkan kerangka tubuh, Yesus; kontroversi mana dipicu oleh upaya pihak-pihak tertentu untuk membuat semacam fantasi baru dari perspektif dan persepsi mereka sendiri. Dalil tersebut makin dipicu dengan pembuatan film serta tulisan para pendukung konsep Yesus Sejarah (Historical Jesus) baik di Indonesia maupun internasional.
Majalah Tempo edisi 15 April 2007 menurunkan enam halaman tulisan tentang topik ini, yang dilanjutkan dengan edisi 3 Juni 2007 berupa Kolom Goenawan Muhammad yang terkenal itu. Goenawan Muhammad mengutip pendapat seorang pemikir Kristen yang, ironis dan tragisnya, pada intinya meragukan kebangkitan Kristus dalam tubuh yang sama dengan tubuh kematian fisikNya.
Saya pribadi meyakini secara sederhana bahwa kematian, kebangkitan dan kenaikan ke sorga Yesus Kristus terjadi pada tubuh fisik Yesus yang sama. Kalau tidak, (a) berarti tidak ada kebangkitan yang sejati dan orang dapat meragukan ketuhanan Kristus dan (b) tubuh fisik yang takluk pada maut akan tetap tunduk dalam kuasa kematian dan maut tetap akan berkuasa atas manusia, termasuk atas Yesus ketika itu. Agar Kristus dapat mengalahkan maut, Kristus menjadi manusia sehingga Kristus dapat mati, dan kemudian bangkit (Ibrani 2:14).
Lebih lanjut lagi, kematian dan kebangkitan Kristus sudah menjadi pernyataan Kristus sendiri sebagaimana tercatat dalam Matius 12:38-40, 16:21; 17:9; 17:22-23; 20:18-19; 26:32; 27:63; Markus 8:31-9:1; 9:10; 9:31; 10:32-34; 14:28, 58; Lukas 9:22-27; Yohanes 2:18-22; 12:34; bab 14-16. Ayat-ayat tersebut sudah cukup jelas menerangkan kebangkitan Kristus dimaksud.
Pembaca dapat mempelajari sendiri lebih lanjut topik ini, antara lain, pada buku “The Evidence that Demands A Verdict” tulisan Josh McDowell yang juga tersedia di perpustakaan GKI Pondok Indah dan artikel yang dimuat online di jesusfamilytombcontroversy.blogspot.com dan www.johnankerberg.com/Articles/historical-Jesus/the-Jesus-family-tomb/the-Jesus-family-tomb-resurrection-case.htm.
Perenungan
Bagi kita yang sudah mengenal dan bergaul erat secara pribadi dengan Kristus dan karenanya benar meyakini kebangkitan Kristus sebagai sesuatu yang absolut dan nyata, berita-berita di atas semestinya tidak akan mempengaruhi lagi iman kita atas Kristus sebagai manusia dan Tuhan sepenuhnya, sekaligus satu-satunya Jalan Keselamatan bagi pengampunan dosa dan kehidupan kekal di Sorga.
Pengalaman dan pemahaman iman kita sudah membawa kita pada titik final melalui Kristus yang mendamaikan dan menyatukan kita Allah Bapa (konsep at-one-ment, Roma 5:11). Banyak orang melihat Keselamatan lewat Kristus sebagai “too good to be true” bahwa pengampunan dosa adalah gratis dan hanya perlu menerima Kristus sebagai satu-satunya Jalan Keselamatan. Gratis, karena tidak ada satu pun upaya manusia sendiri yang dapat menebus dosa. Gratis – tetapi, sangat mahal – free but not cheap – karena Kristus harus mati karena dosa kita supaya kita sendiri tidak usah mati untuk itu. Kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Sorga telah menyingkirkan jurang pemisah yang tidak terseberangi antara manusia dan ALLAH sehingga tidak ada lagi yang menghalangi manusia dan ALLAH. Karenanya, di dalam tatanan praktis kita, segala sesuatu yang berada di antara kita dan Kristus atau yang menggeser Kristus sebagai pusat hidup kita, haruslah kita kesampingkan.
Menurut legenda, ketika Leonardo Da Vinci hampir merampungkan lukisan “the Last Supper” (Jamuan Makan Malam Terakhir) yang terkenal dan kemudian mengilhami Dan Brown menulis buku “Da Vinci Code”, Da Vinci menunjukkan lukisan tersebut pada seorang temannya untuk mendapatkan tanggapan atas lukisan tadi. Fokus dan pujian sang teman justru diberikan atas gambar cawan dalam lukisan tersebut. Mendengar tanggapan sedemikian, Da Vinci langsung mengambil cat lukisan dan mengaburkan gambar cawan tersebut dari lukisan. Bagi Da Vinci tidak boleh ada sesuatu pun yang mengalihkan perhatian kita dari Kristus. Kristus harus menjadi pusat hidup kita.
Sebagai perenungan, sudahkah kita dalam mengambil bagian dalam Keselamatan yang diberikan Kristus, berupaya sungguh-sungguh dari waktu ke waktu membawa diri kita terus mendekat pada Tuhan dan menempatkan diri “on His side” dengan senantiasa mempunyai ‘pikiran dan perasaan Kristus’ (Filipi 2:5-8) sehingga kita menaklukkan iman dan pemahaman kita pada apa yang sudah Alkitab secara jelas nyatakan? Sikap tersebut pasti akan membawa kita kepada tantangan dan hambatan karena pikiran adalah playing field dan battlefield Si Jahat. Tetapi, pilihan kita sendiri (disertai kekuatan dari Tuhan) untuk tetap taat, fokus dan memihak Kristus pada akhirnya akan memastikan kita tiba di Kerajaan Sorga.
Fabian Buddy Pascoal
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.