Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dihadapkan pada pilihan antara hidup dalam perbudakan, kecenderungan untuk berbuat dosa, termasuk kebiasaan buruk yang merugikan orang lain dan diri sendiri, serta kehidupan yang dibayang bayangi oleh ketakutan, kecemasan dan berbagai beban kehidupan yang membuat seseorang terikat. PIlihan yang lain adalah menerima tawaran Yesus, untuk hidup dalam kemerdekaan dengan hidup dalam tuntunan Roh Kudus (ay,13,15 dan 21)
Ketika seseorang mengalami kecemasan dalam hidupnya, permasalahan yang mencemaskan dirinya akan berusaha untuk menguasai hidupnya, sehingga tanpa disadari ia telah hidup dalam perbudakan dari permasalahannya, dan serentak dengan itu relasi dengan Tuhan pun semakin renggang dan bahkan cenderung menjadi bimbang akan keberadaan Tuhan.
Sebaliknya ketika seseorang membuka diri untuk dituntun oleh Roh Kudus dan hidup dalam pengharapan akan pertolongan Tuhan, maka ia akan hidup merdeka dan terlepas dari perbudakan dosa dan ketakutan yang dialaminya.
Dengan tuntunan Roh Kudus, seseorang dimampukan untuk memperbaiki dirinya dengan mengatasi kelemahan dan kebiasaan buruk, dan tumbuh dalam kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya.
Nilai resiliensi mengajak kita untuk tidak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga bangkit bersama Kristus. Hal ini menekankan pentingnya bersekutu dengan Kristus, mengandalkan kekuatan dan anugerah-Nya dalam menghadapi tantangan hidup dan mengatasi perbudakan dosa dan kebiasaan buruk yang mungkin masih mengikat kita.
Pilihan untuk hidup merdeka atau tetap hidup dalam perbudakan nampak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, marilah kita meluangkan waktu untuk melakukan sebuah refleksi dalam rangka memeriksa dan sekaligus mengevaluasi kehidupan keseharian kita, apakah kita masih hidup dalam dalam keterikatan perbudakan atau telah mengalami kebebasan bersama Kristus.
(TT)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.