Siapakah sebenarnya sesamaku ? Jawaban yang sering terlontar, “Sesamaku adalah semua orang yang hidup bersamaku di dunia ini, khususnya yang sakit, lapar, dan membutuhkan pertolongan.” Ada lagi yang berpendapat, sesamaku adalah mereka yang satu gereja atau satu denominasi dengan aku, bagi yang lain lagi “sesamaku dipahami sebagai orang-orang yang seagama dan sealiran denganku atau yang memiliki keyakinan dan kepercayaan yang sama dengan aku. Sedang mereka yang tidak seagama, seiman, satu kepercayaan dan keyakinan bahkan mereka yang berbeda suku dan etnis tidak dianggap sebagai sesama.
Tetapi Yesus tidak berkata begitu. Yesus menceritakan kisah orang Samaria yang baik hati untuk menjawab pertanyaan “Siapakah sesamaku ?” Ia mengakhiri kisah-Nya dengan bertanya, “siapakah di antara ketiga orang ini yang menurut pendapatmu adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu ?” Yesus menjelaskan bahwa sesama bukanlah orang malang yang terbaring di pinggir jalan, dipukul dan dalam keadaan setengah mati. Sesama adalah orang Samaria yang menyeberang jalan, membalut luka-lukanya, menyiraminya dengan minyak dan anggur, menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya lalu membawanya ke tempat penginapan dan minta agar ia dirawat. Sesamaku adalah orang yang “menyeberang jalan” demi aku. Kita menjadi sesama kalau kita rela “menyeberang jalan” demi kepentingan orang lain. (Henry Nouwen)
Setiap hari kita amat sibuk di lingkungan kita sendiri-sendiri. Kita bergabung hanya dengan kelompok kita sendiri dan mengerjakan urusan kita sendiri. Apabila suatu ketika kita punya tekad untuk “menyeberangi jalan” dan memberi perhatian pada apa yang terjadi di sisi lain, maka kita akan dapat menjadi sesama bagi yang lain.
(TT)
1 Comment
Gerson
September 12, 2010 - 8:29 amSesama memang biasanya dimaknai “mereka yang berelasi dengan kita”, “mereka atau orang yang segolongan dengan kita”, “mereka yang bisa memberikan sesuatu kepada kita”, atau paling tidak “mereka yang bisa memberikan balasan setimpal dengan pemberian kita”.
Saya kira Lukas 10:25-37 memberikan perspektif berbeda tentang kata “sesama”. Sesama seharusnya dimaknai sebagai “kita atau orang” yang berpihak dan mau secara rela mengangkat orang lain dari keterpurukan. Sesama adalah mereka yang mau meninggalkan kenyamanannya untuk memberikan penghiburan dan harapan bagi orang lain. Sesama adalah Anda, Saya, dan semua orang yang tidak tega menyaksikan penderitaan orang lain, tetapi mau mengubah tangisan getir orang lain menjadi senyuman sukacita, tanpa memandang orang itu siapanya kita dan bisa memberikan apa kepada kita.