Saudara, pernahkan saudara menolong seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, dan saudara tidak mengharapkan ia membalas pertolongan saudara karena saudara tahu persis bahwa sulit baginya untuk membalas kebaikan saudara? Dan bagaimana perasaan saudara jika kemudian kebaikan saudara itu dilupakan dan tidak dihargai? Saya kira, sebagian dari kita akan merasa sakit hati atas sikap orang yang ‘tidak tahu diri’ itu..
Saudara, jika kita mau jujur, mungkin kita pernah menjadi orang yang ‘tidak tahu diri’ itu. Bukan melupakan kebaikan manusia, tapi melupakan kebaikan Allah yang kita terima. PengorbananNya yang adalah anugerah yang kita terima secara cuma-cuma, kita sia-siakan karena dengan begitu mudah kita mendapatkannya.
Dulu, dalam kehidupan yang terkisah di Perjanjian Lama, korban dipersembahkan kepada Allah berdasarkan kesadaran akan keadaan manusia yang berdosa dan terhilang. Korban itu diberikan untuk memohonkan pengampunan dan penebusan atas dosa (lih Im 17:4-9 ; Ul 12:5-18). Namun hal yang berbeda terjadi ketika Yesus hadir di tengah kehidupan manusia, dan mengorbankan diriNya di atas kayu salib. Tidak seperti para Imam yang setiap tahun memberikan korban darah – yang bukan darahnya sendiri – di tempat kudus, Yesus hanya perlu datang satu kali dan memberikan kurban berupa darahNya sendiri untuk menghapuskan dosa umat manusia, dosa kita semua. Kini, kita tidak perlu lagi membawa darah lembu atau domba jantan sebagai korban persembahan, karena Yesus telah melakukan pengorbanan itu bagi kita semua, sekali untuk selamanya.
Saudara, kematian Yesus di kayu salib adalah pengorbananNya yang membuat kita seharusnya mendekat kepada Allah. Namun, sebagian orang justru melihatnya dengan cara yang berbeda. Mudahnya anugerah keselamatan yang diterima itu bukannya membuat manusia semakin dekat denganNya, namun justru kerap kali membuat kita lupa bahwa kita adalah orang yang telah diselamatkan melalui sebuah pengorbanan yang sejati. Kemudahan mendapatkan pengampunan tanpa harus membawa lembu dan domba berpotensi membuat kita memandang ‘murah’ pengorbananNya. Jika kita berada pada titik ini, kita adalah orang-orang yang ‘tidak tahu diri’, yang melupakan anugerah yang sudah kita terima.
Maka dari itu saudara, marilah kita merespon pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib dengan ungkapan syukur, karena itu semua membuat kita semakin dekat kepada Dia. Hendaklah kiranya kita melakukan apa yang dinasihatkan oleh penulis surat Ibrani sebagaimana yang terdapat pada ayat 19-25. Kiranya kasihNya terus menaungi hidup kita. Amin.
AS
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.