Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (Yesaya 58:6-7)
Ada sebuah fenomena yang disebut love scamming atau penipuan romansa. Penipu menargetkan korban dengan alibi mencari pasangan di media sosial. Ia akan memanipulasi korban sampai percaya pada perasaan yang dituturkannya, lalu mengambil keuntungan secara materi. Begitulah manusia. Manusia pintar “memoles” bagian luar dirinya, sehingga sifat yang sebenarnya bisa tertutup rapi. Bahkan, saking pintarnya “memoles” diri, manusia kerap merasa dapat menipu Tuhan.
Inilah yang dilakukan oleh Bangsa Israel kepada TUHAN. Bangsa Israel memoles ibadah mereka sehingga tampak saleh agar TUHAN mau memberkati mereka. Akan tetapi TUHAN jelas tidak bisa ditipu. TUHAN dapat menyelidiki bahwa puasa yang dilakukan orang Israel masih diiringi perilaku menindas para buruh, berkelahi, berdebat, dan melakukan kekerasan. TUHAN tidak berkenan dengan puasa yang demikian. Oleh sebab itu, TUHAN menyatakan bahwa puasa yang dikehendaki-Nya adalah puasa yang diiringi dengan tindakan menyatakan keadilan, ramah tamah, berbagi terhadap sesama, dan kebaikan.
Saudara, puasa bukanlah sarana agar kita diberkati oleh Tuhan, melainkan sebagai sarana yang Tuhan berikan agar kita mengasihi sesama seperti Tuhan mengasihi mereka. Puasa yang benar bukan hanya soal pribadi kita dengan Tuhan, tetapi juga soal pribadi kita dengan sesama. Puasa adalah cara kita berempati terhadap mereka yang menderita dan tertindas. [Pdt. Em. Meitha Sartika]
REFLEKSI:
Puasa merupakan sarana Allah untuk mengubah iri kita agar lebih mengasihi sesama.
Ayat Pendukung: Yes. 58:1-12; Mzm. 51:1-17; 2 Kor. 5:20b-6:10; Mat. 6:1-6, 16-21
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.