Allah tidak terikat oleh batas yang dibuat manusia. Ketika Petrus diminta menjelaskan mengapa ia makan bersama orang bukan Yahudi, ia menceritakan bagaimana Roh Kudus turun atas orang-orang itu sama seperti atas dirinya. Allah, kata Petrus, tidak membedakan mereka dan kita. la melampaui batas-batas yang selama ini dianggap mutlak: kebangsaan, kebiasaan, bahkan keyakinan sosial.
Inilah Injil yang hidup: bahwa kasih Allah sanggup menembus sekat yang paling keras—prasangka, eksklusivitas, dan kekakuan tradisi. Ketika Allah melampaui batas, la mengundang kita untuk ikut serta. Bukan dengan merasa lebih benar dari orang lain, melainkan dengan membawa kasih kepada mereka yang selama ini mungkin kita hindari atau jauhi.
Bagi yang dibaptis dan menyatakan pengakuan iman hari ini, inilah awal dari kehidupan baru yang ditandai dengan keterbukaan hati, kelembutan kasih, dan keberanian untuk berjalan melampaui tembok-tembok buatan manusia.
Allah memanggil kita bukan untuk menjaga pagar, tetapi membuka jalan. Bukan untuk mempersempit anugerah-Nya, tetapi membagikannya seluas mungkin.
Hari ini, marilah kita menyambut siapa pun dengan kasih yang sama seperti yang telah kita terima. Karena Allah tidak berhenti di garis batas. la melangkah lebih jauh—dan mengajak kita ikut serta. (ASC)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.