“… barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan ….” (Luk. 18:14)
Yesus mengajarkan orang yang menganggap dirinya benar dan memandang orang lain tidak benar melalui perumpamaan orang Farisi dan pengungut cukai; yang sama-sama sedang berdoa di Bait Allah. Kontradiksi tersebut menyebabkan orang Kristen menstigma orang Farisi itu munafik, tetapi pemungut cukai lebih baik. Padahal, masyarakat Yahudi waktu itu mempunyai pandangan yang bertolak belakang dengan kita sekarang.
Orang Farisi dan pemungut cukai tidak seperti perumpamaan ini. Kisah ini bukan true story. Maksudnya, seumpama ada pemungut cukai yang saleh dan rajin, dan seumpama ada Farisi semacam itu, tidak semua pemungut cukai sesaleh itu dan tidak semua orang Farisi sebobrok perumpamaan ini. Di sini, Penginjil Lukas menyampaikan kepada jemaat asuhannya hal tinggi hati dengan merendahkan orang lain. Perilaku tinggi hati dengan merendahkan orang lain tidak diperkenankan oleh Allah. Si Farisi tidak dibenarkan oleh Allah karena ia merendahkan si pemungut cukai yang memang terkenal culas dan licik. Farisi memanfaatkan kedudukannya yang terhormat untuk meninggikan hati dengan merendahkan pemungut cukai.
Berada pada posisi tanpa stigma, baik kondisi fisik, orientasi seksual, kondisi lahir, perjalanan hidup, bidang profesi, jabatan, dan pekerjaan, adalah baik. Namun, Allah tidak membenarkan mereka yang berada pada posisi itu memandang rendah dan hina orang terstigma. [Pdt. (Em.) Rasid Rachman]
DOA:
Ya Allah, kami mau belajar memandang segala umat manusia tanpa stigma. Amin.
Ayat Pendukung: Yl. 2:23-32; Mzm. 65; 2Tim. 4:6-8, 16-18; Luk. 18:9-14
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.