Dalam hidup sehari-hari, kita sering digerogoti oleh satu kerentanan mendasar: kefanaan. Kita cemas karena kita terikat pada waktu horizontal, garis lurus dari lahir sampai mati, menjalani kehidupan yang berujung pada kegelapan kematian, takut kehilangan orang yang dikasihi, harta atau status.
Orang Saduki dalam Lukas 20 membawa ketakutan fana ini kepada Yesus. Mereka tidak percaya kebangkitan, lalu menjebak-Nya dengan pertanyaan tentang pernikahan di surga. Intinya: mereka mencoba memasukkan Allah yang tak terbatas ke dalam kotak kecil aturan duniawi yang fana.
Melalui peristiwa kebangkitan, Yesus menuntun kita melampaui logika ini. Dia menegaskan bahwa Kerajaan yang Datang dari Masa Depan bukanlah perpanjangan waktu fana, melainkan pemberhentian total dari aturan duniawi. Kebangkitan berarti kita menjadi anak-anak kebangkitan, di mana segala keterikatan fana—termasuk status pernikahan dan kepemilikan— akan dihentikan karena kita mencapai keintiman sempurna dengan Tuhan. Kunci spiritualnya ada pada deklarasi Yesus: “Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.”
Mengimani kebangkitan berarti mengakui bahwa Allah kita berkuasa atas kematian. Segala keterikatan kita pada hal-hal fana akan dihentikan (Kolose 3:1-3), karena kita akan diarahkan pada Waktu Vertikal—yaitu garis hubungan yang utuh dan langsung dengan perkara-perkara yang di atas. Sehingga keintiman yang kita miliki dengan Allah kini dan di sini sudah memiliki sifat kekal.
Hubungan pada perkara-perkara yang atas ini membebaskan kita dari kecemasan waktu. Kita tidak lagi hidup menuju kematian, melainkan hidup dari kebangkitan. Marilah kita jalani hari ini sebagai peziarah yang dimerdekakan, menggunakan waktu fana ini untuk investasi kekal, sepenuhnya hidup dalam kasih dari Kerajaan yang telah dijamin. (TT)




Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.