Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. (Ul. 16:19)
Hakim dalam pengadilan haruslah memutuskan dengan adil. Hakim tidak boleh memandang bulu. Hakim juga tidak boleh menerima suap. Keputusan yang dibuat hakim haruslah sesuai fakta dalam persidangan.
Dalam tradisi Perjanjian Lama, mengangkat seorang hakim untuk sebuah wilayah adalah hal yang wajar. Hakim memegang peran penting dalam pemerintahan; pendapat hakim didengarkan oleh pemerintah. Firman Tuhan mengatakan hakim tidak boleh memutarbalikkan fakta. Hakim juga tidak boleh memandang bulu atau membeda-bedakan; semua orang sama di mata hukum. Hakim juga tidak boleh menerima suap, sebab suap membuat mata hakim tertutup pada kebenaran. Menerima suap berarti menempatkan uang lebih tinggi dari keadilan; menerima suap berarti tidak lagi percaya kepada suara Tuhan yang bekerja di dalam hati kita; menerima suap juga berarti menghalalkan segala cara demi kemenangan. Padahal, maksud sebuah pengadilan adalah untuk mendapatkan keadilan. Karena itu, sebuah pengadilan yang baik haruslah diisi oleh hakim yang adil dan bijaksana.
Demi kemenangan, banyak orang menghalalkan berbagai cara, termasuk melakukan suap. Tetapi, janganlah kita tergoda untuk menerima suap! Sebagaimana Tuhan, Sang Hakim Agung bertindak adil, kita pun harus melakukan dan memperjuangkan keadilan! Selain itu, kita pun tidak boleh memberi suap demi memenangkan keinginan kita sendiri. [Pdt. Yosafat Simatupang]
REFLEKSI:
Jauhkanlah diri dari keinginan menerima suap, sebab kebenaran dan keadilan tidak akan terungkap karenanya!
Ayat Pendukung: Mzm. 15; Ul. 16:18-20; 1Pet. 3:8-12
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.