“Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?” (Kej. 4:6)
Hari ini, kita kembali membaca kisah kakak-beradik: Kain dan Habel. Bisa jadi hubungan mereka semula baik-baik saja, tidak ada masalah. Persoalan muncul ketika iri mengisi ruang batin si Kakak. Mereka punya bidang pekerjaan yang berbeda: Kain menjadi seorang petani dan Habel memilih menjadi seorang gembala (Kej. 4:2).
Pada dasarnya kedua saudara ini adalah orang yang taat kepada TUHAN. Buktinya? Mereka mempersembahkan buah dari jerih lelahnya. Kain mempersembahkan hasil ladangnya dan Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya. Namun, ternyata hanya persembahan Habellah yang diterima TUHAN! Apa yang terjadi dengan Kain? “Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram” (Kej. 4:5).
Coba ingat-ingat waktu kita masih kecil. Bukankah kita juga sering iri hati, cemburu manakala kakak atau adik kita mendapat perlakuan berbeda? Hati kita seperti Kain; panas, muka cemberut dan tidak ada senyum. Selanjutnya, membenci saudara kita sendiri! Iri hati bahkan bisa terus terbawa hingga kita dewasa. Banyak orang, mungkin juga kita, tidak merasa bahagia jika tetangga, teman atau kerabat berprestasi dan hidup lebih berhasil ketimbang kita. Alih-alih bersyukur, kita bergumam dalam hati, “Kenapa bukan saya atau anakku yang sukses?” Kemudian hati kita menjadi panas, sulit tersenyum dan kehilangan kegembiraan. Bahkan, ketika kita membiarkan kondisi ini berlarut, kita bisa membenci, memfitnah dan tidak mustahil membunuh! [Pdt. Nanang]
REFLEKSI:
Iri hati dapat merampas kegembiraan hidup kita. Waspadalah!
Ayat Pendukung: Mzm. 32; Kej. 4:1-16; Ibr. 4:14—5:10
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.