“Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!” (Why. 3:1)
Banyak orang tidak percaya hidupnya menjadi begitu mengenaskan. Dulu semua orang mengenalnya sebagai Indradewa, sang pewaris kekayaan keluarga yang tak terhitung jumlahnya. Bagaimana mungkin sekarang ia harus memohon belas kasihan kepada orang lain untuk bisa bertahan hidup? Banyak orang mengatakan ia melakukan kesalahan manajemen hidup. Ia terlena di dalam kemewahan dan terlalu malas untuk berpikir bagaimana mengelola warisan keluarganya dengan baik.
Tujuh ratus tahun sebelum surat ini ditulis, Sardis merupakan salah satu dari beberapa kota terhebat di dunia. Namun, pada saat Yohanes menulis surat kepada jemaat di Sardis, kota ini sudah mengalami kemunduran. Orang-orang Sardis yang dulu hebat telah menjadi orang-orang lemah. Dua kali mereka kehilangan kotanya karena terlalu malas untuk berjaga-jaga. Kemalasan ini juga terjadi pada persekutuan umat. Gereja telah kehilangan gairah hidupnya. Gereja seolah-olah telah menjadi mayat. Karena itulah, Tuhan menegur mereka dengan keras, “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!” (Why. 3:1).
Ada bahaya ketika seseorang telah berada di zona nyaman, yaitu rasa puas diri. Perasaan puas diri sering kali membuat orang terlena sehingga tidak berbuat apa-apa. Namun, panggilan kehidupan adalah berkarya dan berbuah. Jangan sampai orang lain tidak dapat membedakan apakah kita hidup atau sudah mati. [Pdt. Lindawati Mismanto]
REFLEKSI:
Tanda kehidupan adalah buah yang berdampak bagi kehidupan ini.
Ayat Pendukung: Mzm. 63:2-9; Dan. 12:1-4; Why. 3:1-6
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.