Keinginan seringkali membuat kita menggebu-gebu untuk mewujudkannya. Biasanya hal itu diikuti dengan tekad teguh untuk menerjang segala halangan yang menghadang. Segala bentuk pemikiran dan pertimbangan tidak jarang diacuhkan begitu saja demi terwujudnya keinginan tersebut. Yang penting apa yang saya mau tercapai, tidak peduli apa kata dunia. Apa yang saya mau acapkali menjadi satu-satunya pertimbangan kita untuk membuat rencana-rencana di masa depan.
Kita meyakini bahwa hidup ini tidak berorientasi dan pusat bagi diri kita. Hidup adalah kesempatan untuk memperjuangkan kebaikan dan cinta di dunia. Jadi hidup saya berpusat pada kehendak dan rencana Allah. Maka seharusnya rencana Allah yang selalu menjadi kendali kita untuk mengarahkan rencana dan keinginan diri kita. Ini bukan tentang saya tapi Allah.
Maria punya rencana dalam hidupnya. Sama seperti kebanyakan di antara kita, ia merencana dalam waktu dekat (sebab mereka sudah bertunangan) akan menikah dengan Yusuf. Rencana ini tentunya sudah melibatkan banyak pihak termasuk keluarga besar. Namun ada rencana Allah yang tak terduga bahkan tak terbayangkan sebelumnya. Rencana yang tidak pernah terpikirkan bahkan dengan logika manusia. Di balik segala kebingungan, kecemasan atas berubahnya rencana pribadinya, ia berseru, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Di masa adven keempat ini dan sesaat lagi menyosong Natal, kita diajak memiliki sikap iman seperti Maria yaitu tertunduk pada kehendak Allah dan bukan diri sendiri dengan sebuah kesadaran penuh bahwa kita ini hamba yang dipercaya dalam hidup untuk melakukan kehendak-Nya. Terpujilah Allah. (ve)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.