Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus … oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. (Ibr. 10:22)
“Saya enggak dapat apa-apa hari ini!” ujar seseorang usai kebaktian. Pernahkah kita mendengar ucapan seperti itu? Ungkapan tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan seseorang terhadap ibadah yang diikuti dan tidak sesuai dengan harapannya. Hal ini menyiratkan bahwa ibadah dihayati sebagai momentum untuk memuaskan kebutuhan spiritual seseorang.
Berbeda dengan penghayatan di atas. Penulis surat Ibrani justru memaknai ibadah sebagai sarana mensyukuri karya keselamatan Kristus yang telah memuaskan kehidupan manusia. Ia mengatakan, “Hati kita telah dibersihkan … dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibr. 10:22). Oleh karena itu, ibadah semestinya dilakukan dengan hati yang tulus. Bukan persoalan jika seseorang enggak dapat apa-apa di dalam ibadah karena memang ibadah bukan untuk mendapatkan sesuatu. Ibadah menjadi momentum orang-orang percaya merespons anugerah Allah yang telah memuaskan kehidupannya. Undangan untuk giat beribadah merupakan ajakan agar umat giat memberi hidupnya untuk melakukan pekerjaan Tuhan.
Merasa “enggak dapat apa-apa” di dalam ibadah semestinya tidak menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan justru saat kita enggan memberikan apa pun di dalam peribadahan. Memberi enggak melulu soal persembahan, tetapi bisa melalui partisipasi di dalam ibadah. Dengan begitu, kita sedang melatih diri untuk terus beribadah dengan hati yang penuh ketulusan. [Pdt. Hizkia Anugrah Gunawan]
DOA:
Tuhan ajar aku agar selalu memiliki hati yang tulus dalam beribadah. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 20; Kel. 40:1-15; Ibr. 10:19-25
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.