“Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal ….” (Yoh. 6:68)
“Jangan asbun!” Itulah komentar seorang guru ketika mendengar jawaban murid atas pertanyaan, berapa banyak musim di Indonesia. Si murid menjawab, “Musim di Indonesia itu musim hujan gerimis, musim banjir, musim banyak angin, musim panas, musim durian, musim mangga, dan lain-lain.” Padahal, guru itu berharap muridnya dapat menjawab bahwa ada dua musim di Indonesia, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Ia lantas menasihatkan, “Jangan asbun! Jangan asal bunyi! Ungkapkan jawaban yang benar!”
Perkataan yang benar dan baik punya nilai khasiat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkataan asal saja. Perkataan yang benar dan baik, berdaya guna dan mampu mendorong perubahan bagi hidup orang yang mendengarkannya. Simon Petrus menyatakan bahwa perkataan Yesus adalah perkataan hidup yang kekal. Pernyataan Simon Petrus ini muncul dari iman bahwa tanpa Yesus, perjalanan hidupnya tak berarti apa-apa. Katanya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?” Simon Petrus percaya dengan ikut Yesus, hidupnya jadi berarti. Dengan mendengarkan dan melakukan ajaran atau perkataan Yesus yang benar dan baik, Simon Petrus mengalami hidup baru; hidup yang kekal di dalam cinta kasih Allah.
Apakah kita percaya dan mengakui perkataan Yesus sebagai perkataan benar dan baik? Jika kita mengakui perkataan Yesus itu tidak asal-asalan, perkataan itu seharusnya memengaruhi dan mengubah hidup kita sehingga kita mempunyai hidup yang kekal. [Pdt. Hendri M. Sendjaja]
DOA:
Ya Tuhan Yesus, aku sungguh memandang perkataan-Mu sebagai perkataan hidup yang kekal. Aku pun mau mengikuti-Mu. Amin.
Ayat Pendukung: Yos. 24:1-2a, 14-18; Mzm. 34:16-23; Ef. 6:10-20; Yoh. 6:56-69
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.