Engkau, hai anak manusia, beritahukanlah kepada kaum Israel tentang Bait Suci ini, agar mereka menjadi malu atas kesalahan-kesalahan mereka, dan ukurlah rancangannya yang sempurna. (Yehezkiel 43:10)
Kita sering menjumpai orang yang melanggar peraturan lalu lintas di jalan, seperti menerobos lampu merah atau berkendara dengan cara yang salah, tetapi mereka bersikap acuh. Mereka tidak tampak malu meskipun jelas melakukan kesalahan. Kita juga sering menyaksikan orang- orang yang dengan angkuh menunjukkan kekuasaannya dan tidak merasa malu saat menyalahgunakan wewenang. Tidak jarang pula kita menjumpai seseorang yang terbukti bersalah, tetapi ia tetap tidak merasa malu, bahkan tidak merasa bersalah sama sekali.
Tampaknya, budaya malu telah semakin pudar. Orang-orang cenderung bersikap percaya diri secara berlebihan, tidak merasa bersalah, serta menganggap kesalahan sebagai sesuatu yang lumrah dan biasa. TUHAN mengingatkan umat Israel melalui Nabi Yehezkiel agar mereka merasa malu saat melihat Bait Suci, sebagai pengingat atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Bait Suci akan menjadi kediaman-Nya selamanya. Namun, TUHAN juga mengingatkan bahwa dosa-dosa masa lalu, terutama penyembahan berhala dan ketidaktaatan para raja Israel, harus dihapus.
Mari belajar menjadi orang yang tahu malu, bukan orang yang tidak tahu malu. Mari belajar menjadi pribadi yang peka dan selalu berusaha memperbaiki diri setiap hari, bukan menjadi orang yang angkuh dan merasa dirinya sudah sangat baik. [Pdt. Cordelia Gunawan]
REFLEKSI:
Belajarlah menjadi orang yang tahu malu, bukan orang yang tidak tahu malu. Belajarlah mengakui kesalahan dan tidak selalu merasa benar.
Ayat Pendukung: Yeh. 43:1-12; Mzm. 141; Mat. 23:37-24:14
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.



Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.