Pra syarat untuk bisa bertumbuh dan berjalan bersama orang lain ialah, bagaimana saya memperlakukan setiap orang sebagai “subyek” bukan “obyek” pelayanan sekalipun ketika orang itu jatuh dalam dosa.
Tuhan Yesus agaknya paham tentang masalah-masalah yg timbul dalam kehidupan orang percaya. Betapapun baiknya seseorang, ia bisa tergelincir dan berbuat dosa.
Ketergelinciran ini bisa saja dialami siapa saja Kemudian menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pendampingan agar ia bisa kembali ke jalan yang benar.
Teguran yg dikatakan dalam ayat 15 itu tidak berarti menempatkan kita lebih baik dan lebih benar, tetapi bagaimana kita berusaha untuk ‘memperbaiki’ seperti seorang ahli bedah yang memperbaiki tulang yang patah yang ada dalam anggota tubuh kita. Apapun tindakan yang kita lakukan sama sekali bukan tindakan penghakiman, tetapi penyembuhan, bukan pula penghukuman, tetapi untuk perbaikan.
Semangat untuk terus berharap bahwa ‘yang tersesat’ itu kembali adalah semangat yang harus dipertahankan terus.
Mengapa ? Karena dalam komunikasi dengan yg bersangkutan sering ada kecenderungan memandangnya dengan sebelah mata dengan memposisikan diri kita lebih baik, oleh karena itu spirit untuk terus ‘mencari domba yg hilang’ harus kita miliki demi keutuhan persekutuan kita.
(AS)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.