Oleh sebab itu aku pun tidak akan menahan mulutku, aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, mengeluh dalam kepedihan hatiku. (Ayb. 7:11)
Nrimo adalah salah satu filosofi yang dianut oleh masyarakat Jawa. Filosofi ini mengajak kita untuk tetap berbesar hati dalam berbagai kondisi, juga mengajak kita tetap bersyukur dalam berbagai hal. Filosofi ini sangat baik untuk diterapkan dalam menjalani kehidupan. Namun demikian, jika seseorang salah memahami filosofi ini akan berpotensi membuat orang menjadi tidak autentik. Hal itu terjadi karena kita menjadi tidak jujur terhadap diri sendiri maupun sesama. Ketika masalah datang, kita bersikap seolah-olah menerima, padahal sebetulnya kita tidak terima.
Ayub di dalam pergumulannya memilih untuk bersikap otentik. Ia tahu bahwa pergumulannya bukanlah hal yang mudah untuk dapat ia lewati. Oleh karena itu, ia berseru kepada Allah, dan menyampaikan segala keluhannya. Ayub memilih untuk tidak menahan mulutnya; Ayub memilih untuk berbicara mengenai kesesakan jiwanya dan kepedihan hatinya. Ayub terbuka kepada Allah mengenai perasaannya. Hal inilah yang nantinya akan dijawab oleh Allah. Jawaban Allah kemudian membuat Ayub memahami dan menerima tindakan Allah.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita berpandangan bahwa kerendahan hati berarti menerima saja apa yang diberikan Tuhan? Sebagai umat Allah, adalah baik menerima pemberian Allah. Namun, hidup autentik. di hadapan Allah akan menolong kita untuk memahami tindakan Allah di dalam kehidupan kita. [Pdt. Hobert V.G. Ospara]
DOA:
Ya Allah, tolonglah kami agar menjadi orang yang rendah hati dan autentik. di hadapan-Mu dan sesama kami. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 26; Ayb. 7:1-21; Luk. 16:14-18
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.