Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka …. (1Tim. 1:19)
Seorang pemuda mencuri motor milik seorang pedagang sayur dan menggadaikannya. Proses hukum berjalan. Motor yang dicuri digadaikan demi biaya persalinan istrinya. Mengetahui alasan pencurian itu, hati nurani si pedagang sayur terketuk. Ia mencabut tuntutan hukum dan menyelesaikan masalah itu dengan perdamaian.
Sebagai seorang yang masih muda, Timotius diingatkan kepada potensi besar miliknya yang harus dikelola dengan bijaksana. Tentu ada begitu banyak hal dapat dipelajari dan dikuasai supaya setiap karyanya berkualitas dan berdampak. Namun, ada satu hal yang perlu dijaga dengan baik olehnya yaitu: hati nurani yang murni. Kekuatan penalaran harus selalu diimbangi dengan suasana hati dan batin yang dikuasai kasih Allah. Sebab, tanpanya kepercayaan iman dapat hancur.
Akal budi dan hati nurani yang kita miliki berbeda fungsinya, tetapi tidak pernah boleh dipertandingkan. Keduanya saling memperlengkapi dan menyeimbangkan. Seperti saat bernyanyi, kita tidak semata-mata memperhatikan ketepatan nada, irama, dan syair saja. Hati kita juga tentu tergugah sesuai dengan ungkapan syair yang kita nyanyikan. Begitu juga dalam pemahaman Alkitab yang kita lakukan. Kita tidak semata-mata tercerahkan oleh pengertian pengajaran yang kita dapatkan, tetapi juga tersentuh untuk mengalami perubahan hidup karenanya. Kiranya akal budi dan hati nurani kita selalu utuh bersinergi demi pertumbuhan iman yang sehat dan kasih yang berdampak. [Pdt. Essy Eisen]
REFLEKSI:
Apakah hati nurani kita tetap murni dan suci demi mendukung pertumbuhan iman dan penyataan kasih yang berdampak?
Ayat Pendukung: Mzm. 94; Yer. 5:1-17; 1Tim. 1:18-20
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.