Pergamus, yang berarti “tempat ketinggian,” adalah sebuah kota di daerah perbukitan yang sangat maju pada masanya. Di sana didirikan perpustakaan terbesar di dunia dan dapat dijumpai sebuah teater raksasa yang sangat termashyur. Moralitas penduduk kota ini ternyata tak berbanding lurus dengan kemajuan peradaban yang dimilikinya. Itu sebabnya, bacaan itu mencatat kota ini sebagai “tempat takhta Iblis” dan tempat “di mana Iblis diam” (ay. 13).
Di tengah situasi semacam itu, jemaat Kristen menjadi kelompok minoritas yang terasing dan ditindas. Antipas, pemimpin jemaat Pergamus (ay. 13), dikenal di dalam sejarah gereja sebagai seorang martir yang mati terpanggang di dalam sebuah tunggu berbentuk kerbau yang terbuat dari perunggu, dengan api yang dipanaskan di bawahnya. “Kerbau pemanggang” itu didisain begitu rupa hingga asap yang keluar tampak bagaikan asap persembahan bagi dewa-dewi; sedang tanduknya dirancang sedemikian rupa hingga dapat mengubah suara teriakan orang yang berada di dalamnya menjadi seperti musik yang melengking. Dan itulah yang terjadi atas Antipas.
Agaknya, penderitaan yang amat-sangat membuat sebagian anggota jemaat berbalik dari iman mereka. Untuk itu pesan Roh kepada jemaat Pergamus sangat sederhana namun tegas: bertobatlah! (ay. 16).
Memang, tak jarang, kemajuan perabadan dan imoralitas berjalan beriringan. Dan umat Kristen terombang-ambing di tengah-tengahnya. Begitu mudah terseret; begitu sukar bertahan. Hanya kekuatan Roh Kudus sajalah yang dapat membuat kita bertahan … hingga akhir.
JA
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.