Salah satu sumber konflik di jemaat Roma sebenarnya tidaklah terlalu rumit. Yang satu yakin bahwa makan daging dan minum anggur akan merongrong relasinya dengan Tuhan. Yang satu lagi meyakini bahwa relasinya dengan Tuhan tidaklah bergantung pada hal-hal itu. Paulus pun berpendapat sama, seperti yang dikatakannya dalam ayat 17, “…Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”
Berdasarkan prinsip ini, yang berkeras memantangkan daging dan anggur, mestinya dengan sederhana bisa diingatkan untuk berubah. Tetapi menurut Paulus, Kerajaan Allah adalah soal damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Maka justru bagi yang memahami bahwa “Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman”, konflik itu tidaklah boleh bermuara pada penentuan salah-benar. Sebaliknya, kata Paulus, “Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih…” (ayat 15). Inilah dimensi kasih yang kerap terabaikan pada banyak konflik dalam kehidupan bersama orang-orang percaya, bahkan dalam persekutuan jemaat Tuhan.
Roh Kudus memerdekakan orang percaya dari pemahaman sempit soal salah-benar, kuat-lemah, mampu-tak mampu, kalah-menang. Roh Kudus menuntun orang percaya untuk mengasihi siapa pun, juga mereka yang berkonflik dengan kita. Mengasihi yang hanya bisa terjadi bila kita sungguh-sungguh menyadari bahwa “saudara-saudara” kita itu, dengan siapa kita berkonflik, adalah juga “orang-orang bagi siapa Kristus telah mati” (ayat 15).
Jangan lupa, “…barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.” (ayat 18).
PWS
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.