Produktif berlawanan dengan berbuah. Jika hidup produktif menghasilkan sesuatu, hidup berbuah memberi diri. Produktivitas menjadikan hasil sebagai ukuran, sedang hidup berbuah merayakan kehidupan tanpa peduli berapa pun hasilnya. Bagi mentalitas yang menekankan produktivitas, anak kecil, warga senior dan mereka yang cacat dianggap tidak menguntungkan karena tidak mampu hidup produktif. Sebaliknya, bagi paradigma berbuah, seorang anak kecil atau seorang warga senior atau bahkan seorang yang cacat dapat saja berbuah lebat, yaitu ketika hidupnya memberi makna bagi sesama. Akhirnya, produktivisme mengutamakan cara kerja yang efisien, sedang sebaliknya, hidup berbuah terkadang menghadirkan inefisiensi. Inefisien? Maksudnya?
Lihatlah kisah hidup Henri Nouwen, seorang ilmuwan yang mengajar di Harvard dan Yale, namun kemudian memilih keluar dari jabatan prestisius itu dan mengabdikan diri melayani semua komunitas kecil bagi mereka yang terbelakang secara mental di Toronto. Di komunitas itu, ia harus merawat seorang muda bernama Adam; memandikannya, mencukur rambut dan kumisnya, mengenakan pakaiannya, dan sebagainya. Dua jam lamanya, setiap hari. Sungguh tidak efisien, mengingat jadwalnya berceramah di banyak tempat dan tugas-tugas pastoral lain.
Cinta membuat hidup tak lagi efisien. Demi cinta, kita merawat kekasih kita, mengantar anak kita, mendampingi anak kita belajar—semua tugas tersebut bisa saja diserahkan kepada orang lain dan kita mengerjakan tugas lain secara efisien. Namun, dalam relasi cinta itu, hidup bersemai, bertumbuh dan berbuah. Karena cinta pula, Allah mengambil jalan inefisien dengan mendampingi umat Israel menjalani padang gurun selama 40 tahun. Yesus memakai ludah dan tanah—sungguh tak efisien!—untuk menyembuhkan seorang buta (Yoh. 9:1-7).
Setelah Henri Nouwen wafat, seorang temannya yang bernama Philip Yancey menulis sebuah refleksi atas pelayanan Nouwen yang berbuah lebat itu (sekalipun lewat cara hidup yang tak efisien). Judul tulisannya: Holy Ineficiency (“Ketidakefisienan yang Kudus”).
[J.A]
4 Comments
Erwin Siregar
Oktober 24, 2010 - 5:16 amTrims untuk artikel ini Pak…
Joas Adiprasetya
Oktober 24, 2010 - 6:40 pmRespons via email dr Bp. Jakob Tobing
“Produktif bisa sama dgn berbuah, bila kita memaknai produksi sama dgn buah, terukur dan tidak terukur. Efisiensi tdk sama dgn inhuman krn efisiensi memberi nilai tinggi pada humanity dan menjadi pendorong kreatifitas dan inovasi, tangible ataupun intangible . Pengertian efisiensi skrg justru yg dikorup sehingga sgt materil.”
Joas Adiprasetya
Oktober 24, 2010 - 6:41 pmRespons via SMS dr Bp. Jakob Tobing
“Produktif bisa sama dgn berbuah, bila kita memaknai produksi sama dgn buah, terukur dan tidak terukur. Efisiensi tdk sama dgn inhuman krn efisiensi memberi nilai tinggi pada humanity dan menjadi pendorong kreatifitas dan inovasi, tangible ataupun intangible . Pengertian efisiensi skrg justru yg dikorup sehingga sgt materil.”
Erwin Siregar
Oktober 28, 2010 - 4:27 amMenanggapi komentar Bp Jakob Tobing…
Kalau berbuah yang dimaksud dengan tulisan ini adalah berbuah versi ajaran Yesus, maka berbuah tidak mungkin pernah sama dengan produktif.Karena bukan hanya dalam hal berbuah, juga dalam hal lain ajaran Yesus tidak sejalan dengan konsep manusia pada umumnya.Kalau sudah sama/sejalan nggak mungkin dong Yesus itu mau repot2 datang dan mengajar/menawarkan konsep baru:)
Justru karena Yesus tau bahwa kecenderunga manusia adalah mencapai produktifitas secara materi/fisik sehingga Dia datang dengan konsep bagaimana hidup menghasilkan buah/berbuah.Hal itu juga berlaku untuk ajaran2 Yesus yg .
Istilah produksi/produktif sendiri sudah membedakan hal itu.Produksi lbh cenderung pada mekanisme (menghasilkan sesuatu secara terprogram) yg sejak awal sudah ada hitung-hitungannya(untung dan rugi, efisien dan tidak efisien, etc)…
Tetapi hal berbuah lebih kepada sesuatu yang alami.
Kalau melihat kata berbuah Yesus memakai di Yoh. 15:5 sbb:Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.Tentu saja ini dengan pemahaman bahwa pada zaman Yesus belum banyak cara untuk rekayasa pertanian dalam berkebun(anggur) sehingga yang dimaksud adalah sesuatu yang alami.
Intinya adalah ajaran2 Yesus justru ada untuk melawan ajaran/konsep2 yang dianut manusia pada umumnya.Justru disitu letak keunggulannya.