Hari ini kita menutup bulan budaya. Semua budaya yang kita sudah munculkan kembali muncul bersama. Semua sama. Semua adalah ‘God’s culture’, tidak ada yang lebih dan kurang. Sama persis seperti setiap orang di hadapan Tuhan, semua sama, setara dan semua dikasihi Allah. Tetapi benarkah pemikiran seperti ini selalu muncul dalam diri kita?
Dalam bacaan kita, Yesus menyinggung kebiasaan yang berlaku pada waktu itu ketika orang datang ke pesta. Tempat utamalah yang selalu menjadi pilihan. Pemikiran untuk menjadi yang terbaik, terhebat memang kadang sering menggoda manusia. Mungkin tujuan awalnya baik, yaitu ingin memberikan yang terbaik, tetapi ‘semangat bersaing’ kadang membelokkan motivasi awal yang baik menjadi tidak baik.
Semoga semangat yang muncul dalam bulan budaya adalah semangat ‘memberikan yang terbaik’ dan bukannya semangat bersaing agar selalu dianggap baik. Tentu yang tahu persis apa yang ada di dalam diri kita adalah diri kita sendiri. Mari kita letakkan diri kita di bawah terang FirmanNya. Jika semua sudah baik, mari kita syukuri dan tingkatkan. Jika ada hal yang perlu dikoreksi, jangan ragu juga untuk mengkoreksi.
Yesus mengajarkan kepada kita, bagaimana mewujudkan kasih yang inklusif. Kasih yang inklusif adalah kasih yang merangkul semua, memberi tempat bagi semua. Kasih yang inklusif tidak mementingkan diri tetapi memberi diri. Dalam kerangka berpikir semacam itulah, Yesus memberi nasihat agar kita memberikan tempat terhormat pada orang lain (sementara itu, kebanyakan orang berpikir untuk mendapatkan tempat itu buat dirinya). Tempat terhormat buat kita bukanlah duduk di tempat tertentu yang baik, melainkan ketika kita mampu memberikan kasih yang inklusif, merangkul semua dan mengasihi semua. Mari kita tutup bulan budaya dengan semangat ‘memberi diri’ seperti yang Yesus ajarkan.
[RDj]
1 Comment
Ifer
Agustus 30, 2010 - 10:00 amYa syukur kepada Tuhan atas kasih yang inklusif itu, semoga tidak hanya anggota jemaat yang berinisiatif dan bertekad kuat melakukan kasih inklusif, tapi juga harus dimulai dari para pelayan gereja – bukan hanya wacana yang enak di khotbahkan. Tuhan Yesus memberi kekuatan kepada kita sekalian untuk memberlakukan kasih inklusif.
IFS