Rahmat adalah pemberian Allah yang kita terima bukan karena kita berhak menerimanya. Ia adalah pemberian Allah sekalipun kita tak layak menerimanya. Mengapa rahmat itu terkadang Allah berikan di tempat-tempat yang tak terduga? Sebab, memang, kita tidak dapat mengkalkulasi anugerah Allah itu sesuai dengan pertimbangan dan logika kita. Ia muncul semata-mata dari kedaulatan dan kebebasan ilahi. Sikap memastikan rahmat Allah dan mematok bahwa rahmat itu harus terjadi sesuai keinginan manusia ditampilkan oleh penduduk Nazaret, tempat asal Yesus. Mereka menganggap diri mereka layak menerimanya. Inilah sikap entitlement; merasa berhak dan layak. Dan Yesus sangat tidak menyukai sikap semacam itu. Sikap semacam ini sungguh berbahaya, sebab sikap ini dapat membuat kita mengerdilkan Allah menjadi pesuruh kita dan mengagungkan diri kita sendiri sebagai tuan bagi Sang Tuhan.
Itu sebabnya, Ia memberi contoh Nabi Elia dan Nabi Elisa. Pada masa Elia, Allah ternyata memilih janda Sarfat, seorang asing, sebagai penerima rahmat, bukan janda-janda Israel. Demikian juga, Elisa. Ia diperintah Allah untuk menyembuhkan seorang kafir bernama Na’aman, bukan penderita kusta lain dari kalangan Israel. Kedua nabi ini sungguh menunjukkan bahwa status “umat pilihan” tidak membuat rahmat Allah otomatis menjadi hak mereka. Kiranya kita juga memiliki kerendahhatian untuk membiarkan Allah menjadi Allah. Ia berdaulat dan bebas sepenuhnya untuk merahmati siapa pun dan kapan pun Ia mau. Sungguh, rahmat Allah dapat muncul di tempat yang tak terduga. Amin. (JA)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.