Salah satu ciri sebuah komunitas iman bernama Gereja adalah keramahtamahan. Keramahtamahan merupakan sebuah keterbukaan untuk menyambut orang asing dan menjadikan mereka sahabat. Di dalam Alkitab, keramahtamahan diekspresikan melalui sebuah kata Yunani, yaitu philoxenia, yang artinya “menyahabati orang asing” (bdk. Rm. 12:13; Ibr. 13:2). Kata ini memang tidak muncul dalam bacaan kita, namun ditunjukkan dengan sangat jelas oleh Lidia, seorang penjual kain ungu yang menerima diri untuk dibaptis dan kemudian mengundang Paulus dan Silas yang sebelumnya tidak dikenalnya untuk tinggal di rumahnya. Tentu keramahtamahan adalah sebuah itikad yang berisiko. Apa pun bisa terjadi melalui keputusan menyambut orang asing ke dalam rumah. Namun, itulah yang dilakukan oleh Lidia. Keramahtamahan Lidia ini tampaknya autentik dan tulus. Alkitab mencatat, bahwa Paulus dan Silas pun beberapa saat kemudian, setelah mereka dilepaskan dari penjara, sekali lagi mengunjungi rumah Lidia (Kis. 16:40).
Semua sahabat kita suatu kala dulu adalah orang asing. Bahkan pasangan hidup kita dulu adalah orang asing bagi kita. Selalu dibutuhkan kesediaan untuk membuka diri dan menyambut orang asing agar mereka menjadi sahabat. Dan itu pula yang terjadi dengan Gereja, bukan? Semua anggota gereja yang disebut tubuh Kristus itu dulu adalah orang asing. Melalui baptisan, semua orang percaya kini menjadi bagian dari keluarga Allah. Dengan apik, Paulus mengungkapkan hal ini ketika ia berkata, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” (Efe. 2:19). Amin. (JA)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.