Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Kata Pilatus kepada-Nya, “Apakah kebenaran itu ?” (Yoh.18:37c-38a)
“Segala kebenaran adalah kebenaran Allah.” Ungkapan ini benar, sebab Allah memang adalah sumber kebenaran. Namun, bagaimana menetapkan ukuran kebenaran? Hal ini yang menjadi persoalan. Ukuran masing-masing orang bisa berbeda, karena itu kebenaran dipandang relatif. Lalu, apa kebenaran itu?
Pilatus pernah mengajukan pertanyaan serupa kepada Yesus. Dalam drama panjang penangkapan Yesus yang tanpa alasan, penyangkalan Petrus, sampai Yesus diperiksa oleh Pilatus, tak ada satu bukti apa pun yang memberatkan Yesus. Yesus malah mengingatkan Pilatus bahwa setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan Aku. Sayangnya, Pilatus malah mempertanyakan apakah kebenaran itu? Pilatus tentu bukan tidak tahu. Pilatus tahu, tetapi Pilatus sedang berkelit. la mau mencuci tangan. la tidak mendapati kesalahan yang membuat Yesus harus dihukum. Tetapi Pilatus takut menyatakan kebenaran itu kepada massa. Karena itu, ia kemudian bertanya untuk menghindar dan hal itu membuat massa kian buta.
Kalau kita sudah tahu tentang kebenaran, tugas kita adalah menghidupinya. Bukan bertanya tentang apa itu kebenaran, tetapi bagaimana menghidupinya? Apalagi di era yang serba abu-abu, zaman yang memandang semua serba relatif. Kebenaran harus ditegakkan, tentu dengan cara yang manusiawi; cara yang elegan, bukan melakukan kompromi buta yang akhirnya membuat manusia menjadi permisif. Kita harus jujur! [Pdt. Hariman Pattianakotta]
REFLEKSI:
Untuk sampai kepada kebenaran yang sejati, maka kita membutuhkan terang hikmat Tuhan. Dengan hikmat Tuhan, kita mengetahui dan menghayati kebenaran dengan sungguh-sungguh dalam kasih.
Ayat Pendukung: Yes. 52:13-53:12; Mzm. 22; Ibr. 4:14-16; 5:7-9; Yoh. 18:1-19:42
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.