“Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Mat. 12:50)
Kita menyebut seseorang sebagai saudara karena mempunyai hubungan darah atau keluarga. Sebutan keluarga dapat juga dikenakan kepada mereka yang relasinya sudah sangat dekat dengan kita. Atau mereka yang telah banyak berjasa dalam kehidupan kita. Dalam Injil hari ini Yesus juga berbicara tentang makna keluarga, tetapi dalam pemahaman yang baru.
Ketika sedang mengajar di Kapernaum, Yesus diberi tahu bahwa ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya ingin bertemu dengan-Nya. Jawaban Yesus sangat mengejutkan. Di luar dugaan, Yesus mengatakan: “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibuku”. Kata “saudara” yang dipakai pada ayat 50 ini berasal dari kata Yunani adelphos yang berarti saudara dalam persekutuan atau saudara seiman. Jawaban Yesus ini memberi penekanan penting sekaligus perluasan penjelasan status siapakah saudara atau ibu-Nya. Bagi Yesus, makna kata saudara tidak sebatas hubungan darah atau ikatan keluarga, tetapi lebih dari itu, yaitu dalam ikatan spiritual. Dengan demikian, setiap orang dapat menjadi saudara dan ibu Yesus ketika mendengarkan dan melakukan kehendak Allah dalam hidupnya.
Bagaimana dengan kita? Menjadi pengikut Yesus adalah menjadi pelaku firman dalam kehidupan sehingga kita layak menjadi saudara-saudari-Nya. Apakah kita sudah layak disebut sebagai saudara-saudara Yesus? [Pdt. Jotje H. Karuh]
REFLEKSI:
Kita mengasihi Allah yang tidak kelihatan dengan mengasihi sesama yang terlihat. Dengan demikian, kita telah menjadi saudara Yesus.
Ayat Pendukung: Mzm. 95:1-7a; Yes. 44:21-28; Mat. 12:46-50
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
1 Comment
Mulyo
November 25, 2023 - 10:23 amTerimaksh