“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau ….” (Yer. 1:5)
Tak pernah ada dalam pikirannya untuk menjadi pendeta apalagi harus melayani di pedalaman. Awalnya, ia hanya iseng-iseng belajar teologi, apalagi ia pernah gagal lalu pindah kampus. Namun, rupanya proses itu membuat ia mantap menetapkan hati untuk menjadi pendeta dan diutus untuk melayani di kampung. Ia menjalaninya dengan tekun, walau penuh tantangan.
Pada awalnya Yeremia juga ragu saat mendapat panggilan Tuhan untuk menjadi nabi. Keraguan itu adalah sesuatu yang manusiawi sebab manusia adalah ciptaan yang terbatas. Kesadaran akan keterbatasan itu seharusnya membawa manusia pada Ia yang tidak terbatas. Allah meneguhkan Yeremia. Ia sudah dipilih. Allah sendiri, Sang Pencipta, yang memilih dan mengutus Yeremia. Karena itu, Allah, dalam cinta-Nya terus menyertai dan memberdayakan Yeremia. Dalam kelemahaman Yeremia, Allah memberikan kekuatan dan karunia. Sejarah kemudian mencatat bahwa Yeremia menjadi salah satu nabi besar dalam perjalanan Israel sebagai sebuah bangsa.
Pengalaman Yeremia, juga sahabat yang saya sebutkan di atas, kiranya meneguhkan kita dengan panggilan khusus kita masing-masing. Allah Sang Cinta tidak hanya memberi tugas, tetapi Ia juga akan memampukan. Kita hanya perlu membuka diri dan menjalani proses yang Ia izinkan kita lalui. Lalu, kita akan melihat bagaimana Allah berkarya dalam sejarah kehidupan kita. Cinta-Nya memberdayakan. [Pdt. Hariman Pattianakotta]
REFLEKSI:
Melihat diri sendiri akan memantulkan kerapuhan, tetapi cinta Tuhan menolong kita merengkuh keterbatasan serta memberikan kekuatan.
Ayat Pendukung: Mzm. 89:6-38; Yer. 1:4-10; Kis. 8:4-13
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
1 Comment
Tuti kurniawan
Januari 10, 2023 - 6:55 amTerberkati